RUANGTENGAH.co.id, Washington - Baru-baru ini FBI merilis temuannya yang menunjukkan bahwa kekerasan terhadap muslim di Amerika Serikat (AS) menurun signifikan lebih dari sepertiga pada tahun 2020 yaitu sebanyak 104 kasus. Sementara pada tahun 2019 sebanyak 180 kasus.
Badan federal itu menyebut bahwa jumlah kasus kejahatan terhadap muslim menurun angkanya pada tahun terakhir kepemimpinan Presiden Donald Trump.
Selama menjabat, Trump dituduh memicu kebencian anti-Muslim dengan retorika dan kebijakannya, seperti larangan masuk ke AS bagi warga dari beberapa negara mayoritas muslim.
Menurut FBI, komunitas Yahudi adalah kelompok agama yang paling banyak menjadi target kejahatan selama tahun 2020, itu berarti 57 persen kejahatan rasial yang dimotivasi oleh bias agama. Setidaknya ada 676 kasus rasial yang menargetkan orang Yahudi Amerika pada 2020, turun dari 953 kasus pada 2019.
"Kejahatan kebencian dan insiden terkait bias lainnya ini menimbulkan ketakutan di seluruh komunitas dan merusak prinsip-prinsip demokrasi kita," kata Jaksa Agung AS Merrick Garland dalam sebuah pernyataan, Senin (30/1).
"Semua orang di negara ini harus bisa hidup tanpa rasa takut diserang atau dilecehkan hanya karena dari mana mereka berasal, seperti apa penampilan mereka, siapa yang mereka cintai atau bagaimana mereka beribadah,” tegas Garland.
Kritik
Namun di sisi lain, data tersebut mendapatkan kritik karena tidak sesuai dengan jumlah sebenarnya dari kejahatan rasial yang terjadi di lapangan. Kritik itu muncul karena jumlah lembaga penegak hukum lokal yang berpartisipasi dalam pengumpulan data mengalami penurunan setidaknya selama dua tahun berturut-turut. The Washington Post melaporkan terdapat 15.136 agensi yang berpartisipasi pada tahun 2020, turun 422 angka dari tahun sebelumnya.
Dan dari agensi yang berpartisipasi, beberapa melaporkan tidak ada kejahatan rasial sama sekali.
Anggota Kongres Demokrat Judy Chu, yang juga ketua Kaukus Kongres Asia Pasifik Amerika, mengatakan kepada Washington Post bahwa, “Angka-angka dalam laporan ini memang mengejutkan, tapi kita tahu bahwa mereka sebenarnya tidak mendekati gambaran yang lengkap.”
Seperti dilansir middleeasteye.net, bulan lalu Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR) merilis laporannya sendiri tentang insiden bias anti-Muslim untuk paruh pertama tahun 2021. Laporan ini mendokumentasikan lebih dari 500 insiden, termasuk ujaran kebencian, gangguan, intimidasi sekolah, diskriminasi, dan insiden anti-masjid.
Robert McCaw, direktur urusan pemerintahan CAIR, mengatakan fakta bahwa jumlah sebenarnya dari kejahatan kebencian ini kemungkinan jauh lebih tinggi daripada statistik yang dipaparkan FBI. CAIR menyebut bahwa hal itu mengindikasikan perlunya komunikasi dan koordinasi antar lembaga.
CAIR meminta kongres dan pemerintahan Joe Biden untuk meminta pemerintah federal agar mengkondisikan bantuan, hibah, pelatihan, atau bantuan bentuk lainnya kepada lembaga penegak hukum setempat atas persetujuan mereka untuk menyerahkan data reguler dan lengkap mengenai insiden kejahatan rasial yang menargetkan minoritas.
"Ini akan secara signifikan membantu meningkatkan jumlah lembaga penegak hukum yang melacak dan mendata insiden yang terjadi, dan ini merupakan langkah penting untuk memerangi gelombang kebencian dan kefanatikan yang meningkat," kata McCaw dalam sebuah pernyataan pada hari Selasa (30/8). (RUTE/middleeasteye)
0 Komentar :
Belum ada komentar.