RUANGTENGAH.co.id, Kairo - Kompleks Tahrir di Kairo, yang sebelumnya menjadi pusat pemerintahan ikonik Mesir, sedang diubah menjadi hotel mewah bertaraf internasional. Proyek ini merupakan kerja sama antara perusahaan dari Uni Emirat Arab (UEA) dan Amerika Serikat (AS), sebagaimana dilaporkan oleh media lokal.
Hotel bintang lima yang diberi nama “Cairo House” ini akan memiliki 500 kamar serta kolam renang di atapnya. Terletak di jantung ibu kota Mesir, proyek ini bertujuan untuk menghidupkan kembali kawasan Pusat Kota Kairo yang bersejarah.
Kompleks Tahrir, yang dalam keseharian dikenal sebagai “Mogamma” atau "Kompleks", dulunya merupakan kantor bagi banyak lembaga pemerintahan Mesir. Gedung ini menjadi terkenal di dunia Arab berkat film komedi The Terrorist and the Kebab yang dibintangi Adel Imam, yang menyoroti sulitnya menghadapi birokrasi negara yang terkenal rumit.
Selama bertahun-tahun, Mogamma menjadi simbol birokrasi Mesir yang luas dan sering kali tidak efisien. Pada puncaknya, bangunan 14 lantai ini menampung sekitar 30.000 pegawai di lebih dari 1.350 ruangan, bahkan diperkirakan mampu menampung hingga 100.000 orang. Pemerintah akhirnya mengosongkan gedung tersebut pada tahun 2021 sebagai bagian dari rencana restrukturisasi.
Pembangunan Cairo House dipimpin oleh konsorsium AS-UEA yang terdiri dari Global Ventures, Oxford Capital Group, dan Al-Otaiba Investment Company. Mereka bekerja sama dengan Marriott International dan Perusahaan Investasi Pariwisata Mesir, dengan total investasi mencapai sekitar 200 juta dolar AS (setara dengan 6 miliar pound Mesir).
Proyek ini merupakan bagian dari strategi nasional Mesir untuk menarik investasi asing di tengah upaya reformasi ekonomi. Salah satu fokus utama pemerintah adalah membangun kembali kawasan pusat Kairo dan menciptakan daya tarik baru bagi wisatawan serta investor.
Secara historis, ekonomi Mesir sangat berorientasi ke dalam, dengan regulasi ketat dan pengaruh militer yang kuat. Hal ini menyebabkan korupsi meluas serta sistem ekonomi berbasis patronase.
Sejak menjabat sebagai presiden setelah kudeta tahun 2013, Abdel Fattah al-Sisi sebagian besar mempertahankan sistem ini. Namun, stagnasi ekonomi yang diperparah oleh pandemi Covid-19 dan ketidakstabilan regional mendorong Mesir untuk mencari sumber pendapatan baru.
Dana Moneter Internasional (IMF) bahkan sempat memberikan ultimatum kepada pemerintah Mesir untuk melakukan reformasi ekonomi agar tetap mendapat bantuan finansial. Sejak itu, Mesir mulai menerapkan berbagai kebijakan guna menarik investasi asing.
Meskipun proyek Cairo House berpotensi membantu perekonomian lokal dan menciptakan sekitar 500 lapangan kerja baru, banyak warga Mesir masih berjuang menghadapi inflasi serta kenaikan biaya hidup yang drastis.
Pemotongan subsidi untuk kebutuhan pokok seperti bahan bakar, roti, dan listrik semakin memperburuk kondisi masyarakat miskin.
Kebijakan ini menimbulkan kritik bahwa pemerintah lebih mengutamakan kepentingan investor asing dibanding kesejahteraan rakyat. Para pengkritik menyoroti kurangnya peningkatan kesejahteraan bagi warga Mesir, meskipun negara ini terus meluncurkan proyek-proyek besar seperti pembangunan Ibu Kota Administratif Baru.
Sebagai salah satu bangunan paling terkenal di Kairo, Mogamma terletak di dekat Lapangan Tahrir, tempat berlangsungnya revolusi Mesir tahun 2011 yang menggulingkan Presiden Hosni Mubarak. Transformasi gedung ini menjadi hotel mewah menandai babak baru dalam sejarah kawasan tersebut. [RUTE/newsarab]
0 Komentar :
Belum ada komentar.