RUANGTENGAH.co.id, Tasikmalaya - Semangat persatuan dan penguatan identitas Islam moderat mewarnai Haul Akbar Pondok Pesantren Cintawana, Singaparna, Tasikmalaya. Acara yang dihelat pada Ahad - Senin, 11-12 Mei 2025 ini tidak hanya menjadi momentum peringatan, tetapi juga panggung gagasan melalui seminar nasional bertajuk "Penguatan Ahlussunnah Waljamaah Dalam Perspektif Ormas Islam di Indonesia".
Aula Masjid Pesantren Cintawana menjadi saksi bertemunya para tokoh dan pemikir dari berbagai organisasi Islam terkemuka di Tanah Air. Hadir sebagai narasumber, Dr. Imam Addaruquthni (Muhammadiyah), Kyai Fuad Abdul Wafi, Prof. Dr Ajid Thohir M.Ag (Nahdlatul Ulama), Dr. Haris Muslim MA (Persatuan Islam), Dr. Ahmad Heryawan (PUI), Prof. Dr. Didin Nurul Rosyidin (Peneliti Mathla’ul Anwar), Dr. Abbas Mansur Tamam (Akademisi Universitas Ibn Khaldun Bogor), dan KH. Irvan Hilmi M.Ag (Dewan Kyai Pesantren Cintawana) berbagi pandangan mendalam mengenai Ahlussunnah Waljamaah (Aswaja).
Ketua Panitia, Galbi Munawar Zain, menyampaikan bahwa seminar ini merupakan upaya strategis untuk merevitalisasi pemahaman mendasar tentang prinsip-prinsip Aswaja secara akademis, khususnya bagi generasi muda, para pendidik, dan para da'i.
"Sebagai mayoritas Muslim di Indonesia, pemahaman yang kokoh tentang Aswaja sebagai landasan pemikiran kelompok terbesar dalam sejarah Islam ini menjadi krusial," ujarnya.
Lebih lanjut, Galbi menekankan bahwa "Moderasi yang menjadi ciri khas Aswaja adalah fondasi esensial dalam membangun kehidupan beragama yang harmonis, toleran, serta menyeimbangkan antara teks suci dan konteks sosial, antara syariat dan akal sehat."
Gagasan Para Pemimpin Ormas Islam Menggema
Seminar dibuka dengan pemaparan lugas dari Dr. Ahmad Heryawan. Mantan Gubernur Jawa Barat yang akrab disapa Kang Aher ini mengurai ciri-ciri Aswaja dalam memahami kehendak Allah, Al-Qur'an, dan sifat-sifat Allah SWT.
Pandangan senada diungkapkan Dr. Imam Addaruquthni. Meski mengakui bahwa klaim sebagai pengikut Aswaja bisa dilontarkan oleh siapapun, ia menekankan pentingnya istiqamah dalam mengamalkan ajaran Rasulullah SAW, para sahabat, tabiin, dan generasi salaf.
"Pendidikan bertahap dalam memahami ilmu agama menjadi kunci agar umat tidak terpecah belah dan disesatkan oleh interpretasi yang keliru," tegasnya.
Sekretaris Umum Persis, Dr. Haris Muslim, memberikan perspektif bahwa Aswaja bukanlah entitas atau kelompok tertentu, melainkan sebuah sifat.
"Siapapun dan kelompok manapun yang memiliki sifat-sifat Aswaja, mengikuti sunnah Rasulullah, dan menjaga nilai-nilai Al Jamaah, dialah seorang Ahlussunnah Waljamaah," jelasnya, seraya menambahkan prinsip Wasathiyyah Islam sebagai ciri khas Aswaja.
Prof. Dr. Didin Nurul Rosyidin mengingatkan akan potensi penyalahgunaan istilah Aswaja sebagai alat untuk menyerang sesama Muslim. Sementara itu, Prof Ajib Tohir yang mewakili PWNU Jawa Barat menegaskan bahwa tidak ada perbedaan mendasar antar ormas Islam dalam memahami Aswaja. Perbedaan organisasi justru hadir untuk melayani umat dengan lebih spesifik, dan Nahdliyin memandang Aswaja bukan hanya sifat, tetapi juga karakter yang memperluas persaudaraan.
"Selama masih bersyahadat dan berkiblat sama, kita adalah Ahlussunnah Waljamaah," tuturnya.
Khilafiyah Klasik Tuntas, Perpecahan Kekinian Mengkhawatirkan
Dr. Abbas Mansur Tamam menyoroti isu-isu khilafiyah klasik seperti qunut Subuh dan jumlah rakaat tarawih yang menurutnya sudah selesai sejak lama.
"Jika masih ada yang mempermasalahkannya, mereka tertinggal zaman," tegasnya.
Ia justru menyoroti perpecahan kekinian yang lebih serius, yaitu perdebatan sengit tentang definisi Aswaja yang berujung pada tuduhan kufur, fasik, dan bid'ah.
"Perselisihan ini bukan mereda, malah semakin rumit," imbuhnya. Ia menyerukan upaya kolektif untuk membangun pola pikir moderat dan kesadaran bahwa seluruh umat adalah umat Rasulullah SAW.
Dr. Abbas juga meluruskan bahwa Aswaja adalah klaim universal umat Rasulullah SAW, bukan klaim sektoral atau ormas tertentu. Istilah ini, menurutnya, sudah ada sejak zaman sahabat Abdullah bin Abbas sebagai antitesis bagi Ahlulbid’i Wal ahwaa-i wad dholaalah. Ia menekankan bahwa Aswaja adalah manhaj akidah, bukan ranah fikih, dan berfungsi sebagai mazhab pemersatu umat.
Seminar ditutup dengan penekanan dari Gus Wafi mengenai ciri penting Aswaja yang sering terabaikan, yaitu sanad keilmuan yang bersambung hingga Rasulullah SAW dalam setiap ucapan, pemikiran, keyakinan, amaliyah, hingga cara beribadah.
Ia mengecam sikap mudah mengkafirkan sesama Muslim sebagai tindakan yang tidak bersanad dan bertentangan dengan semangat persaudaraan dalam Aswaja.
"Apa yang dikhawatirkan Rasulullah adalah sesama Muslim saling mengkafirkan karena dorongan duniawi. Cara mudah menguji klaim Aswaja seseorang adalah dengan melihat sanad ilmu dan amalannya," pungkas Gus Wafi.
Acara Haul Akbar dan seminar nasional ini menjadi momentum penting untuk mempererat ukhuwah Islamiyah dan memperkokoh pemahaman Aswaja sebagai landasan moderasi dan persatuan umat di Indonesia. [RUTE]
0 Komentar :
Belum ada komentar.