Internasional

Iffatul Umniati Ismail Raih Doktoral Bidang Ushul Fikih di Universitas Al Azhar dengan Predikat Tertinggi

Iffatul Umniati Ismail Raih Doktoral Bidang Ushul Fikih di Universitas Al Azhar dengan Predikat Tertinggi
Hj. Iffatul Umniati Ismail, Lc., MA .

RUANGTENGAH.co.id, Kairo - Hj. Iffatul Umniati Ismail, Lc., MA berhasil mempertahankan disertasi Doktoral dengan predikat tertinggi Summa Cumlaude bidang Ilmu Ushul Fikih di Universitas Al-Azhar (Putri) Kairo Mesir dengan judul “Ijtihad dan Fatwa dalam Merespons Isu-Isu Hukum Kontemporer: Kajian terhadap Fatwa MUI dalam Perspektif Ilmu Ushul Fikih“. 

 

Sidang berlangsung pada hari Minggu 25 Februari 2024 bertepatan dengan 15 Sya’ban 1445 Hijriyah. 

 

Disertasi yang dipromotori oleh Prof. Dr. Suheir Rashad Mahna, Guru Besar Ushul Fikih, Fakultas  Studi Islam dan Arab, dan Co-Promotor, Prof. Dr. Turkiyah Mostafa El Sherbini, Guru Besar Ushul Fikih Studi Islam dan Arab, ini mendapat apresiasi tinggi dari para penguji. 

 

Salah satu penguji yaitu Prof. Dr. Mahmoud Hamed Utsman, Guru Besar Ushul Fikih, Syariah Qanun, Universitas Al Azhar, Provinsi Thanta, menyampaikan, “Penyusun telah menulis sebuah disertasi berkualitas tinggi yang menerapkan ilmu-ilmu klasik Al-Azhar  dalam konteks kemodernan; terkait bagaimana seharusnya kita menyikapi isu-isu kontemporer. Dan ini adalah disertasi yang harus dibaca secara luas!”

 

Prof Mahmoud bahkan menyarankan agar disertasi ini dibuatkan versi bacaan yang lebih ringan sehingga bisa dinikmati oleh masyarakat umum.

 

IMG-20240227-WA0002.jpg

 

Sementara penguji lainnya Prof. Dr. Mostafa Farag Fayyadh, Guru Besar Ushul Fikih, Fakultas Studi Islam dan Arab, Universitas Al Azhar Prov. Kafr El Sheikh, merekomendasikan agar disertasi ini diberi catatan penting yang menjelaskan pengertian setiap terma klasik dan modern yang ada di dalamnya. Karena, ada pembaca dari kalangan yang awam, ada juga pembaca yang menguasai istilah-istilah klasik tetapi tidak terbiasa dengan idiom-idiom kemodernan.

 

Iffatul Umniati Ismail, Lc. MA, yang merupakan pengurus Lembaga Bahtsul Masail (LBMI) PBNU ini dalam paparannya menjelaskan bahwa sangatlah urgen pada masa kini untuk mengarusutamakan ijtihad kolektif, dengan catatan bahwasanya setiap anggota lembaga ijtihad kolektif tersebut seharusnya mempunyai kualifikasi-kualifikasi yang memadai untuk melakukan kajian hukum Islam langsung dari sumbernya, agar bisa menjawab permasalahan-permasalahan kekinian. Anggota lembaga ijtihad kolektif ini tidak cukup dengan kapasitas representatifnya saja; misalnya karena mewakili satu segmen masyarakat atau organisasi tertentu. 

 

Lebih lanjut, Dosen UIN Syarief Hidayatullah Jakarta ini menjelaskan bahwa lembaga-lembaga fatwa dan ijtihad kolektif sekarang ini mempunyai tiga kecenderungan besar. 

 

Yang pertama adalah lembaga fatwa yang konsisten berpegang kepada salah satu madzhab yang mu’tabarah (absah), seperti Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Nahdlatul Ulama dan Dar al-Ifta’ Yordania. Dilihat dari tahun berdirinya, LBMNU bisa dikatakan sebagai lembaga fatwa dan ijtihad kolektif yang berdiri pertama di dunia. 

 

Yang kedua, lembaga fatwa dan ijtihad kolektif yang tidak berpegang kepada salah satu madzhab, bahkan mengklaim langsung mengambil hukum Islam dari sumbernya: Al-Qur’an, Hadits dan Ulama Salaf. Di antara model kedua ini adalah Al-Lajnah al-Da’imah lil-Buhuts al-‘Ilmiyah wa al-Ifta’, Saudi Arabia dan Majlis Tarjih Muhammadiyah di Indonesia. 

 

Dan yang ketiga, yang menggabungkan antara keduanya, seperti Majma’ al-Buhuts al-Islamiyah, Dar al-Ifta’ al-Mishriyah di Mesir, dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). 

 

Ketiga lembaga ini tetap menjadikan pandangan para ulama madzhab sebagai referensi pokok dan kemudian mengelaborasikannya dengan pendalaman kajian Al-Qur’an, Hadits, Kaidah-Kaidah Fiqhiyah dan Ushuliyah, juga diskursus-diskursus pemikiran baru yang cukup  supaya fatwa hukum yang dikeluarkan bisa lebih kontekstual.

 

Memang, menurut pengalaman pengasuh Pondok Pesantren Unggulan Tahfizh & Sains (PPUTS) Darus Salam Torjun Sampang Madura ini, pada masa sekarang tidak cukup lagi bagi seorang mufti untuk memberikan fatwa hukum tanpa menyertakan dalil-dalilnya. Bahkan, sudah menjadi tuntutan yang lazim bahwa setiap fatwa yang dikeluarkan harus disertai dengan ulasan singkat yang menjelaskan kenapa atau bagaimana sebuah dalil bisa membawa kita kepada sebuah kesimpulan fatwa hukum.

 

Dalam kajiannya terhadap fatwa-fatwa MUI, Iffatul mendapati bahwa ternyata MUI mempunyai dua kecenderungan yang terlihat bertolak belakang dalam pendekatannya terhadap sebuah permasalahan baru. Kadang-kadang MUI terlihat sangat hati-hati dan memberatkan dengan mengeluarkan fatwa haramnya beberapa jenis makanan yang biasa dikonsumsi masyarakat. Di sisi lain, MUI kadang terlihat memudahkan ketika mengeluarkan fatwa dalam bidang medis dan pengobatan. 

 

IMG-20240227-WA0001.jpg

 

Penyaji disertasi menegaskan bahwa harus dibedakan antara “kebutuhan” dan “keadaan darurat” dengan merujuk kepada pandangan para ulama klasik. Ketika sebuah tindakan medis dianggap sebagai kebutuhan yang bisa diposisikan sebagai sebuah keadaan darurat, maka sebuah fatwa hanya berlaku sampai aspek kedaruratannya bisa diselesaikan. 

 

Dr Iffatul melihat bahwasanya realitas di masyarakat membutuhkan penjelasan yang lebih mendetail dalam beberapa aspek yang terkait dengan hukum yang difatwakan. Dengan demikian, sebuah fatwa hukum sebaiknya tidak sekedar berbicara tentang halal, haram, atau boleh dan tidak boleh saja. Sebagai contoh, hukum tidak bolehnya shalat menggunakan bahasa lokal seharusnya disertai juga penjelasan apa yang harus dilakukan oleh seorang muslim atau muslimah ketika menyadari bahwa shalat imamnya batal, atau bahwa shalatnya selama ini ternyata tidak sah.

 

Sidang Disertasi ini dihadiri Plt. Atase Pendidikan/Koord. Fungsi Penerangan, Sosial dan Budaya KBRI Kairo, Dr. Rahmat Aming Lasim, Pelaksana Fungsi Penerangan, Sosial Budaya KBRI Kairo, M. Arif Ramadhan dan juga dihadiri sekitar 200 aktifis, peneliti dan pelajar mahasiswa Indonesia yang sedang menimba ilmu di Universitas Al Azhar Kairo. (RUTE/SAD)

0 Komentar :

Belum ada komentar.