Nasional

Kekerasan di Pesantren Masih Terjadi, Kemenag Perkuat Regulasi

Kekerasan di Pesantren Masih Terjadi, Kemenag Perkuat Regulasi
Plt Direktur PD Pontren Kemenag RI, Waryono Abdul Ghafur. (gambar : kemenag)

RUANGTENGAH.co.id, Jakarta - Plt. Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag RI, Waryono, menyatakan bahwa pihaknya tengah menyusun strategi penguatan regulasi tentang penanggulangan kekerasan di pesantren. 

 

“Kita selalu mensosialisasikan tentang pesantren ramah terhadap anak, terus juga mengingatkan kepada pesantren untuk memiliki izin operasional, dan menyusun beberapa aturan tentang penanggulangan kekerasan di pesantren," ujar Waryono di Jakarta, Kamis (29/2).

 

Hal ini buntut dari kasus kekerasan di Pesantren Al Hanafiyah, Kediri, Jawa Timur, yang mengakibatkan wafatnya seorang santri di pesantren yang ternyata tidak memiliki izin. Kekerasan tersebut diketahui dilakukan oleh sesama santri.

 

Kasus terbaru ini langsung direspon oleh Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Kementerian Agama yang bekerjasama dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dalam merumuskan langkah kuratif dan preventif.

 

Kepala Bidang PD Pontren Kanwil Kemenag Jatim, As’adul Anam, sebelumnya menjelaskan bahwa pesantren tag menjadi lokasi kasus kekerasan terbaru di Kediri itu dipastikan tidak memiliki izin.

 

“Kejadian tersebut terjadi di pesantren yang tidak memiliki izin operasional. Ini menunjukkan perlunya peninjauan ulang terkait aturan. Hal Ini menjadi atensi betul untuk pemerintah daerah, dan kami sudah bertemu dengan pemerintah daerah sehingga bisa mengantisipasi hal-hal yang serupa," ungkapnya.

 

"Kami akan menggali informasi dengan tim dan mendalami kemudian akan kami laporkan ke provinsi dan pusat,” sambungnya.

 

Tindakan Tegas

 

Inspektur Wilayah II Kementerian Agama, Ruchman Basori, menekankan pentingnya memperkuat regulasi. Kementerian Agama juga perlu membentuk tim khusus, beranggotakan perwakilan Direktorat PD Pontren, KPAI, serta tim terkait lainnya. Tim ini bertugas menyusun naskah akademik, meninjau regulasi yang mungkin terlalu longgar, dan mencatat jumlah kasus kekerasan selama lima tahun terakhir.

 

“Melalui kebijakan yang mampu menindak secara tegas terhadap pesantren yang tidak memenuhi standar keamanan dan perlindungan terhadap santri, agar kyai dan pihak yang ingin membuka pesantren lebih berhati-hati," tegas Ruchman Basori seperti dilansir Kemenag.go.id.

 

"Sebuah komitmen serius dari pihak berwenang, seperti Itjen, dibutuhkan agar langkah-langkah ini dapat diimplementasikan dengan segera," sambungnya.

 

Hal senada disampaikan Juru Bicara Kemenag, Anna Hasbie. Ia menggarisbawahi perlunya segera membentuk satuan tugas yang terdiri dari berbagai pihak untuk mengusut tuntas kekerasan di pesantren. 

 

"Kejadian ini harus benar-benar menjadi kasus terakhir, sehingga tahun ini benar-benar menjadi concern utama,” ucap Anna Hasbie.

 

Anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Aris Adi Leksono menegaskan, setiap anak yang ada di satuan Pendidikan wajib dilindungi oleh Pembina dan pihak terkait. Pihak Kemenag harus bisa menggali juga setiap anak yang berkonflik dengan hukum, lalu memproses secara cepat dan mengedepankan rasa keadilan dari kelurga korban.

 

“Langkah-langkah konkret yang diperlukan mencakup pencegahan, penindakan, dan tindak lanjut yang menyeluruh. Semua elemen terlibat, mulai dari perumusan kebijakan hingga implementasi di lapangan, harus berjalan seiring untuk menciptakan lingkungan Pesantren yang aman dan mendukung perkembangan anak-anak,” jelas perwakilan KPAI bidang Pendidikan ini. (RUTE/kemenag)

0 Komentar :

Belum ada komentar.