Opini

Mendorong Momentum Daerah di Tahun 2021

Mendorong Momentum Daerah di Tahun 2021

Agus Herta Sumarto

Dosen FEB UMB dan Ekonom INDEF

 

Pada akhir tahun 2020 rakyat Indonesia telah berhasil melaksanakan salah satu pesta akbar yang diamanatkan oleh undang-undang yaitu pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang dilaksanakan secara serentak di 270 daerah mulai dari tingkat provinsi sampai tingkat kabupaten dan kota.

Pelaksanaan Pilkada tahun 2020 ini terasa begitu spesial karena dilaksanakan di hampir 50 persen dari jumlah total provinsi dan kabupaten kota di Indonesia dan dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19 yang penyebarannya sedang berada di titik puncaknya.

Dengan dua kondisi tersebut maka sangat bisa dipahami jika sebagaian besar masyarakat Indonesia menyimpan ekspektasi yang sangat tinggi terhadap kinerja kepala daerah yang terpilih pada Pilkada tersebut. Dilihat dari dimensi waktunya, setidaknya terdapat dua harapan yang dimiliki masyarakat pasca pelaksanaan Pilkada di akhir tahun 2020 ini, harapan jangka pendek dan harapan jangka menengah panjang.

Ekspektasi Jangka Pendek

Dalam jangka pendek, masyarakat menyimpan asa yang sangat besar terhadap proses pemulihan dampak pandemi Covid-19 terutama dampak di sektor ekonomi. Sebagaimana diketahui bahwa pandemi Covid-19 telah memukul perekonomian secara telak. Gelombang kejut pandemi telah meluluhlantahkan seluruh fundamental ekonomi Indonesia dari dua sisi sekaligus, supply dan demand. Kondisi ini telah mendorong ekonomi Indonesia masuk ke dalam jurang resesi yang cukup dalam.

Di sisi lain, program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang telah ditetapkan dan disusun pemerintah pusat untuk meredam dampak pandemi terhadap kondisi perekonomian nasional dirasakan masih kurang optimal. Anggaran PEN yang mencapai lebih dari Rp1.000 triliun belum mampu menghindarkan perekonomian Indonesia dari jurang resesi.

Program-program PEN hanya mampu mengerek pertumbuhan ekonomi Indonesia dari negatif 5,32 persen pada kuartal II 2020 menjadi negatif 3,49 persen pada kuartal III 2020. Bahkan pada akhir tahun 2020 diperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia masih akan berada di zona negatif dengan kisaran angka negatif 2,0 persen sampai dengan negatif 1,0 persen.

Dengan tersendatnya efektivitas program PEN tersebut maka masyarakat akan dihadapkan pada proses pemulihan ekonomi yang lebih lambat. Program pemulihan ekonomi akan berjalan secara bertahap (gradual) dalam waktu yang relatif lebih lama. Padahal masyarakat membutuhkan proses pemulihan ekonomi yang jauh lebih cepat di tengah kondisi adaptasi kebiasaan yang baru.

Kurang optimalnya efektivitas program PEN selama masa pandemi ini disinyalir karena adanya perbedaan ritme antara program dan kebijakan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Tidak jarang kebijakan fiskal yang telah disusun oleh pemerintah pusat dan kebijakan moneter yang disusun Bank Indonesia (BI) terhadang oleh peraturan dan kebijakan pemerintah daerah (Pemda).

Sering kali ditemukan beberapa kepala daerah kurang memiliki “sense belonging of crisis” sehingga kebijakan-kebijakannya seringkali kontraproduktif dengan tujuan pemerintah pusat yang ingin segera mengakhiri masa resesi ini.

Beberapa kepala daerah masih mencoba menggenjot target Penerimaan Asli Daerah (PAD) dengan tetap memungut pajak dan retribusi kepada para pelaku industri dan UMKM seperti saat sebelum masa pandemi Covid-19. Beberapa kepala daerah seolah-olah berada pada “frekuensi” yang berbeda sehingga mengakibatkan roda perekonomian di beberapa daerah selama masa pandemi Covid-19 lebih lambat dibanding kinerja perekonomian nasional.

Oleh karena itu, pasca terpilihnya kepala daerah pada Pilkada 2020 kemarin, masyarakat memiliki harapan yang sangat besar bahwa kepala daerah terpilih  adalah kepala daerah “generasi Covid-19” yang memiliki kesamaan “frekuensi” dan kesamaan rasa. Kepala daerah terpilih bersama dengan seluruh elemen masyarakat bahu membahu memulihkan kondisi ekonomi daerah sehingga proses pemulihan bisa berjalan jauh lebih cepat.

Ekspektasi Jangka Menengah Panjang

Selain harapan jangka pendek yang berkaitan dengan pemulihan ekonomi pasca pandemi, masyarakat di daerah juga memiliki harapan jangka menengah panjang yang selama ini menjadi faktor penghambat kemajuan masyarakat di daerah. Salah satu masalah utama yang terdapat di daerah adalah ketimpangan seperti ketimpangan antara daerah Jawa dan luar Jawa dan ketimpangan antara daerah perkotaan dan pedesaan.

Ketimpangan ini terjadi dalam beberapa bidang utama mulai dari ketimpangan ekonomi, sumber daya manusia, akses pendidikan, akses terhadap fasilitas kesehatan, sampai dengan akses terhadap sumber permodalan (lembaga keuangan).

Untuk keluar dari masalah ketimpangan ini bukanlah perkara yang mudah seperti membalik telapak tangan. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah dituntut untuk bisa bersinergi dengan baik terutama dalam melakukan perubahan struktural (structural adjustment) yang mengarah pada pola pembangunan yang berorientasi pada kearifan lokal daerah.

Pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus memiliki ritme yang sama sehingga program pembangunan di daerah bisa jauh lebih efektif lagi. Dalam konteks ini maka undang-udang sapu jagat (omnibus law) sangat dibutuhkan untuk menjadi penyelaras, penyederhana, dan pemangkas yang menghilangkan berbagai aturan dan regulasi yang selama ini menjadi faktor penghambat pembangunan di daerah.

Selain itu, kebijakan moneter dan keuangan yang berasal dari BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perlu diberi ruang yang lebih luas sehingga perannya sebagai “bumbu penyedap” dan “pelumas” pergerakan perekonomian di daerah bisa berjalan lebih efektif dan efisien. Kebijakan moneter dan stabilitas keuangan, serta operasional lembaga keuangan harus searah dengan program dan alur pola pembangunan pemerintah pusat dan daerah. Kebijakan suku bunga acuan, Loan to Value (LTV), kredit dan pembiayaan lembaga keuangan, serta kebijakan-kebijakan lainnya yang berkaitan dengan industri keuangan harus diarahkan untuk mendukung program-program yang telah dibuat oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Tidak boleh ada lagi program-program yang sifatnya parsial, terpisah, dan tidak saling mendukung antara satu dengan lainnya.

Momentum Tahun 2021

Tahun 2021 bisa menjadi momentum yang tepat bagi seluruh elemen bangsa untuk bersama-sama menata kembali pola pembangunan bangsa Indonesia yang selama ini dirasa masih kurang optimal. Pandemi Covid-19 telah memaksa kita semua untuk beradaptasi dengan pola kebiasaan hidup yang baru. Beberapa platform bisnis, pelayanan, dan perdagangan telah berubah secara drastis sehingga menuntut kita semua untuk membuat sistem kehidupan yang baru.

Sistem ekonomi baru, kepala daerah baru, serta pola pembangunan baru yang terjadi pasca pandemi Covid-19 ini adalah momentum yang tepat bagi Indonesia untuk mempercepat pencapaian targetnya yaitu menjadi salah satu negara maju yang disegani seluruh negara. Tidak ada lagi alasan bagi kita semua untuk menunda capaian tersebut. Bahkan mungkin kita bisa mencapai cita-cita tadi lebih cepat, tidak lagi tahun 2045 tapi tahun 2035 mendatang, lebih cepat 10 tahun.

Tags: -

0 Komentar :

Belum ada komentar.