RUANGTENGAH.co.id, Kairo - Para pemimpin Yordania, Mesir dan Uni Emirat Arab (UEA) melakukan pertemuan mendadak di Kairo untuk membahas situasi aktual Masjid Al Aqsa. Dalam pertemuan hari Minggu (24/4) itu juga dibahas dampak invasi Rusia ke Ukraina.
Raja Yordania Abdullah, pemimpin de-facto UEA Putra Mahkota Abu Dhabi Mohammed bin Zayed Al Nahyan dan Presiden Mesir Abdel Fattah Al Sisi bertemu untuk pembicaraan trilateral membahas pemulihan situasi di Masjid Al Aqsa pasca serangan polisi Israel di komplek suci tersebut.
Pertemuan ketiga pemimpin negara yang memiliki hubungan diplomati dengan Israel ini merespon berbagai protes dan kemarahan regional atas serangan berulang kali Israel terhadap jamaah Palestina di komplek Masjid Al Aqsa selama bulan Ramadhan.
UEA adalah sekutu regional Israel yang kuat, Mesir adalah negara Arab pertama yang menormalkan hubungan dengan Israel, dan Yordania memiliki wewenang pemeliharaan Al Aqsa serta situs suci Muslim dan Kristen lainnya di Yerusalem Timur yang diduduki.
"Ketiga negara akan bekerja untuk memulihkan ketenangan di Yerusalem, dan menghentikan semua bentuk eskalasi untuk memungkinkan jamaah melakukan ritual keagamaan mereka tanpa hambatan atau pelecehan," kata pengadilan kerajaan Yordania dalam sebuah pernyataan.
Bentuk Protes Ketiga Negara
Akhir pekan lalu, dua maskapai UEA, Etihad dan Wiz Air Abu Dhabi, menarik diri dari pertunjukan udara dalam peringatan Hari Kemerdekaan Israel menyusul kemarahan regional terkait serangan Israel terhadap jamaah Palestina yang bertepatan dengan bulan suci Ramadhan.
Mesir dan Yordania juga mengutuk tindakan Israel.
Bahas Rusia Ukraina
Ketiga pemimpin juga membahas bagaimana antisipasi krisis pangan, keamanan, dan energi yang diperburuk oleh invasi Rusia ke Ukraina.
Ketiga pemimpin tersebut meminta Rusia dan Ukraina untuk menemukan solusi diplomatik atas konflik tersebut.
Sebagian besar negara Timur Tengah sejauh ini berhati-hati dalam komentar mereka tentang perang Ukraina. Mereka juga tidak mengutuk invasi Rusia.
Negara-negara Arab menghadapi kenaikan tajam dalam harga pangan akibat perang di Ukraina dimana negara tersebut memproduksi sekitar seperlima dari gandum bermutu tinggi dunia dan tujuh persen dari semua gandum. (RUTE/thenewarab)
0 Komentar :
Belum ada komentar.