RUANGTENGAH.co.id, Jakarta - Motif penembakan kantor pusat Majelis Ulama Indonesia (MUI) oleh pria bernama Mustafa, 60 tahun, pada Selasa (2/5) masih menjadi tanda tanya. Apalagi pelaku yang diketahui berasal dari Lampung itu tewas setelah melakukan aksinya.
Prof Dr Asep Usman Ismail, dosen kajian terorisme Universitas Indonesia (UI) yang juga Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, mengutarakan bahwa munculnya kembali teror kepada ulama dapat menjadi indikasi munculnya lagi kelompok ideologi ekstrim yang membenci agama dan simbol-simbol keagamaan.
"Kalau kita perkirakan ada kekuatan lain yang tak suka dengan umat beragama? iya itu bisa. Menguatnya kelompok ideologi ekstrim yang tidak suka dengan agama, yang menganggap agama adalah candu, menganggap tokoh agama adalah bagian yang harus diteror. Itu harus digali," kata Prof Asep Usman kepada Republika.co.id , Rabu (3/5).
Prof Asep menambahkan bahwa para ulama biasa menyampaikan ceramah di mimbar-mimbar. Para ulama juga kerap menyampaikan dukungan kepada pemerintah, namun juga menyampaikan kritik konstruktif kepada pemerintah. Sementara, MUI menjadi simbol kebebasan dalam kehidupan beragama.
"Kita tak mengetahui (pelaku) ini bekerja atas dirinya sendiri, atau kelompok sebetulnya. Kita hanya bisa meraba. Tapi kaya kasusnya (teror kepada ulama) tidak sekali. Hipotesa kita yang rasional itu tidak bisa karena faktor kebetulan, pasti ada skenario, pemikir di belakangnya harus diungkap," katanya.
Lebih lanjut Prof Asep mempertanyakan kematian pelaku penembakan yang sampai sekarang tidak diketahui penyebabnya, hal ini telah menimbulkan berbagai spekulasi di tengah masyarakat.
“Ini kenapa harus dimatikan? Siapa yang mematikan? Ini kan orang sebenarnya ngga kenapa-kenapa. Cuma menyerang lalu oleh pihak security MUI dilumpuhkan, pistolnya diambil lalu kenapa tiba-tiba jadi mati. Siapa yang mematikan? Jadi tanda tanya besar. Kita ngga bisa begitu saja. Malah ini semakin tidak bisa dijelaskan dengan baik dan benar, semakin muncul spekulasi-spekulasi tentang ada sesuatu yang terencana," kata Prof Usman.
Teror terhadap ulama bukan kali ini saja terjadi. Sebelumnya, sepanjang tahun 2021 hingga 2022 beberapa teror terhadap ulama juga terjadi, termasuk kepada almarhum Syaikh Ali Jaber. Beberapa kasus lolos dari jeratan hukum karena para pelaku divonis mengidap gangguan jiwa.
Prof Asep mengatakan bahwa hal tersebut tidak serta merta dapat diterima oleh masyarakat jika tidak ada pembuktian yang benar. Demikian juga dengan kejadian teror di kantor pusat MUI kemarin. Menurutnya, Polri perlu menjelaskan secara transparan dan segera penyebab kematian pelaku.
"Ini betul-betul harus diselesaikan dengan tuntas. Kita minta penegak hukum, kita masih percaya sepenuhnya tentang profesionalisme penegak hukum, coba ungkap motivasinya kenapa tiba-tiba mati, siapa yang mematikan. Itu pertanyaan besar yang harus dijawab," pungkasnya. (RUTE/republika)
0 Komentar :
Belum ada komentar.