Netizen banyak yang bertanya-tanya, “Kita ini kenapa sih?” Pertanyaan retoris yang diungkapkan kala merespon berita-berita sadisme yang semakin marak akhir-akhir ini. Betapa tidak, berita tentang pembunuhan yang disertai mutilasi, rudapaksa dengan penghilangan nyawa, perundungan parah dan sejenisnya yang di luar batas kemanusiaan hampir setiap hari mengotori atmosfer informasi yang setiap detik berseliweran di tengah ruang publik.
Fenomena memilukan yang semakin membuat para orangtua semakin mengerahkan perhatian dan pengawasan terhadap anak-anaknya. Karena, hampir semua peristiwa itu, ironisnya, melibatkan anak-anak, remaja di bawah umur.
Kiranya, redaksi tidak perlu menguraikan beberapa contoh kasusnya sebagai bentuk protes atas maraknya kasus sadisme itu. Sadisme, yang pada dasarnya adalah tindakan kekejaman fisik dan mental terhadap orang lain, bukan hanya soal kriminalitas; ia adalah penyakit sosial yang harus diatasi dengan segera.
Data milik Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menunjukkan terdapat 17.755 kasus kekerasan sejak awal tahun 2024. Dengan korban rata-rata wanita sebanyak 15.397 orang dan anak-anak sebanyak 3.839 orang. Data menunjukkan peningkatan jumlah kasus kekerasan brutal, terutama di kalangan muda.
Hal ini memunculkan pertanyaan besar: Mengapa kekerasan menjadi begitu nyata dalam kehidupan sehari-hari? Apakah karena pengaruh media sosial, di mana kekerasan terkadang diekspos tanpa batasan, sehingga turut memperburuk keadaan. Disinyalir para pelaku terinspirasi oleh konten-konten sadis yang beredar luas, yang semakin menumpulkan rasa empati dan menormalisasi kekejaman.
Kemungkinan penyebab lain yang tak bisa diabaikan adalah kegagalan sistem dalam memberikan dukungan psikologis yang memadai kepada individu-individu yang rentan. Maksudnya, banyak pelaku kekerasan memiliki latar belakang trauma masa lalu yang tidak tertangani dengan baik.
Kombinasi trauma psikologis, kurangnya pendidikan emosional, serta kondisi sosial ekonomi yang sulit, menciptakan ledakan perilaku destruktif. Tanpa intervensi yang tepat, kekerasan ini hanya akan terus berulang, meninggalkan luka mendalam dalam jiwa seseorang.
Lalu, apa yang bisa dilakukan untuk menghentikan fenomena sadisme ini?
Pertama, pendidikan adalah kunci! Kurikulum sekolah perlu menekankan pentingnya pendidikan karakter, dengan fokus pada pengembangan empati, toleransi, dan resolusi konflik tanpa kekerasan. Anak-anak harus diajarkan untuk mengenali dan mengelola emosi mereka dengan cara yang sehat, sehingga mereka tidak tumbuh menjadi individu yang teralienasi secara emosional.
Kedua, penegakan hukum yang lebih tegas. Para pelaku kekerasan sadis harus dihukum sesuai dengan undang-undang yang berlaku tanpa kompromi. Hukuman yang tegas bukan hanya sebagai tindakan punitif, tetapi juga sebagai efek jera bagi siapa pun yang berniat melakukan kekerasan serupa. Selain itu, aparat penegak hukum harus lebih aktif dalam pencegahan, termasuk meningkatkan patroli di daerah-daerah rawan dan merespons laporan kekerasan dengan cepat.
Ketiga, media dan platform digital perlu pengendalian agar bisa bertanggung jawab dalam menyaring konten yang disajikan kepada publik. Penyebaran gambar atau video kekerasan hanya memperkuat siklus sadisme. Pengendalian ketat terhadap konten yang tidak pantas, serta pemberian edukasi kepada masyarakat tentang dampak buruk penyebaran konten kekerasan, adalah langkah penting dalam menciptakan lingkungan yang lebih aman di dunia maya.
Terakhir, kita semua sebagai masyarakat harus berperan aktif. Rasa solidaritas sosial perlu diperkuat, sehingga setiap individu merasa memiliki tanggung jawab untuk mencegah dan melaporkan tindakan kekerasan. Peran keluarga juga sangat krusial dalam mendidik anak-anak agar tumbuh menjadi pribadi yang menghargai kehidupan dan hak asasi manusia.
Sadisme bukanlah masalah yang hanya bisa diselesaikan oleh pemerintah atau lembaga hukum saja. Ini adalah masalah kolektif yang membutuhkan solusi kolektif. Kita semua, sebagai anggota masyarakat, memiliki peran untuk memutus rantai kekerasan ini, demi masa depan yang lebih aman dan manusiawi. Sadisme harus diakhiri.
Redaksi
0 Komentar :
Belum ada komentar.