RUANGTENGAH.co.id, Yerusalem - Sada Social Center (SSC) mengungkap temuan baru dari penelitiannya terhadap konten media sosial. Lembaga ini menunjukkan bahwa konten-konten tentang Palestina mendapatkan tekanan lebih besar hingga 80 % dari sebelumnya.
SSC mengungkap bahwa sensor anti-Palestina semakin mengkhawatirkan dan ini mengancam kebebasan berekspresi.
Para pakar media yang bergabung dalam diskusi bersama SSC mengatakan bahwa peningkatan ini justru terjadi di tengah normalisasi beberapa negara Arab dengan Israel. Temuan SSC ini mengkonfirmasi temuan ImpACT International for Human Rights Policies yang menyatakan bahwa Facebook telah memblokir baanvak akun milik aktifis, blogger dan jurnalis Palestina.
ImpACT International for Human Rights Policies, sebum lembaga penelitian dan pemikiran yang berbasis di London ini mengkhawatirkan fenomena pelanggaran hak asasi manusia berupa pembatasan kebebasan berpendapat di sosial media.
Warga Palestina selama bertahun-tahun terakhir mengeluh bahwa Facebook menargetkan akun mereka. Bahkan menghapusnya tanpa pemberitahuan. Kecurigaan terbaru tentang penindasan konten muncul ketika Sada Social Center mendapatkan banjir keluhan dari warga Palestina dan Arab.
Keluhan itu rata-rata berupa menurunnya angka kunjungan ke akun mereka secara tajam antara 50 hingga 80 persen. Sebagian besar orang yang mengeluh ini umumnya memiliki jutaan pengikut di media sosial.
Investigasi selanjutnya mendapat temuan bahwa Facebook hanya menerbitkan konten berbahasa Arab yang menyoroti normalisasi negara-negara Arab dengan negara zionis. Para pakar media menkonfirmasi bahwa tekanan ini telah direncanakan dan diatur sedemikian rupa.
Mereka menduga penekanan konten seperti itu bisa dengan mudah dilakukan melalui pengaturan algoritma data. Sayangnya hal ini tidak mudah diselidiki, apalagi oleh masyarakat awam.
Sada Social Center menerbitkan daftar agensi media Palestina yang mengalami penindasan konten. Terdapat 45 kasus penindasan konten dalam rentang waktu satu bulan. Mereka mengatakan bahwa Facebook adalah pihak yang paling sering melakukan pelanggaran.
Tiktok juga mendapat sorotan serupa. Platform asal negeri tirai bambu ini pun melakukan sensor terhadap konten tentang Palestina.
SSC sendiri telah meminta Facebook untuk mengklarifikasi mengapa ini terjadi. Mereka juga menyerukan badan-badan hak asasi manusia internasional untuk menindaklanjuti masalah ini dan berbicara menentang ancaman yang ditimbulkannya terhadap kebebasan berekspresi. (RUTE/AA/memo)
0 Komentar :
Belum ada komentar.