Nasional

UUD 1945 Konstitusi Paling Religius di Dunia, Ini Penjelasannya

UUD 1945 Konstitusi Paling Religius di Dunia, Ini Penjelasannya

RUANGTENGAH.co.id, Jakarta - Prof Jimly Asshiddiqie menjelaskan bahwa kebanyakan negara di dunia tidak mengatur tentang agama dan tuhan dalam konstitusinya, tetapi berbeda dengan Indonesia. Indonesia justru menyebut tentang tuhan dan agama dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Hal ini disampaikan oleh pakar hukum tata negara yang juga Ketua Mahkamah Konstitusi pertama (2003-2008) itu pada kegiatan 6th Annual Conference On Fatwa MUI Studies di Jakarta, Selasa (26/7) lalu.

Ia menjelaskan bahwa dari 193 negara anggota PBB, Kristen diakui di 41 negara secara eksplisit, itu berarti setara dengan 55,41 persen. Sedangkan agama Islam diakui secara eksplisit di 23 negara atau setara dengan 31,08 persen.

“Menariknya, Indonesia tidak masuk di dalam dua kategori tersebut. Indonesia tidak termasuk 23 negara yang Islam, juga tidak termasuk 41 negara yang Kristen,” kata dia.

“Pada umumnya konstitusi di dunia ini tidak menyebut nama tuhan, tapi lihatlah pada UUD 1945, saya namakan the must godly constitution in the world, karena di dalamnya ada 20 kata yang berhubungan dengan tuhan dan agama disebut dalam satu naskah UUD 1945,” lanjut alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini.

Dia mengungkapkan, dalam UUD 1945 terdapat kata “Allah” disebutkan sebanyak dua kali. Yaitu pada alenia 3 pembukaan UUD, yang berbunyi “Atas berkat rahmat Allah yang Mahakuasa”.

Selanjutnya pada pasal 9 yang berbunyi, “Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya.”

“Selanjutnya kata ketuhanan yang Mahaesa disebutkan sebanyak dua kali, kata moral satu kali, kata akhlak mulia yang berasal dari akhlaqul karimah juga disebutkan pada pasal 31. Dan bahkan kata agama dalam UUD kita disebutkan sebanyak 14 kali. Maka, the must godly constitution in the world adalah UUD 1945,” sambungnya.

Prof Jimly melanjutkan bahwa penyebutan agama dan tuhan dalam UUD 1945 berlaku untuk semua, tidak ada kekhususan pada satu agama, terlebih pasca 18 Agustus 1945. Seluruh agama yang berketuhanan yang mahaesa akan dilayani secara sama, tanpa perbedaan.

Dalam hal ini, negara juga memiliki kepentingan, yakni agar seluruh warga negara taat kepada agama yang diyakini guna memastikan memastikan kualitas dan integritas warga negara Indonesia.

“Kita adalah negara Pancasila yang sudah tidak perlu ragu untuk memperbincangkan bagaimana sumbangan semua agama dengan nilai–nilai kemuliaannya masing–masing untuk diadopsi menjadi kebijakan resmi untuk negara, termasuk dalam urusan fatwa,” ujar dia. (RUTE/MUI)

Tags: -

0 Komentar :

Belum ada komentar.