RUANGTENGAH.co.id, Riyadh - Arab Saudi menggelar pertemuan pertama Aliansi Global yang baru dibentuk dengan tujuan mendirikan negara Palestina yang merdeka, pada 30-31 Oktober 2024.
Pertemuan yang berlangsung di Riyadh ini dibuka oleh Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Pangeran Faisal bin Farhan, yang menegaskan dukungan kuat Arab Saudi bagi pemenuhan hak-hak rakyat Palestina dan penghentian pendudukan.
“Kawasan ini terus menyaksikan eskalasi konflik dan agresi Israel terhadap Palestina dan Lebanon,” ujar Pangeran Faisal.
“Situasi ini membutuhkan langkah tegas dan segera dari komunitas internasional untuk menghentikan pelanggaran yang terjadi, karena sanksi atau solusi parsial tidak lagi memadai,” sambungnya.
Ia menyerukan dunia untuk bersama-sama mempercepat upaya dalam mencapai solusi dua negara demi stabilitas dan perdamaian di kawasan, disertai dengan langkah konkret dan jadwal yang jelas.
Selain itu, Pangeran Faisal mendesak adanya gencatan senjata secepatnya, pembebasan para tahanan, serta mekanisme akuntabilitas untuk mengakhiri impunitas dan standar ganda yang diterapkan pada Israel. Kerajaan juga menekankan pentingnya akses bantuan kemanusiaan tanpa hambatan apapun.
Laporan UNRWA
Dalam pertemuan yang dihadiri hampir 90 negara tersebut, hadir pula Philippe Lazzarini, Komisaris Jenderal Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB (UNRWA) yang menyoroti tindakan Israel yang menghambat operasi UNRWA.
Lazzarini menyatakan bahwa keputusan Knesset baru-baru ini yang menentang UNRWA menjadi preseden berbahaya dan memperingatkan bahwa penghapusan UNRWA di Yerusalem Timur berpotensi merusak stabilitas regional dan keamanan internasional.
“Tindakan Israel yang ingin mengubah parameter perdamaian ini akan berdampak pada upaya penyelesaian damai yang telah lama dirintis,” ujarnya.
Lazzarini juga mengungkapkan bahwa situasi di Palestina, khususnya di Gaza, telah mencapai titik krisis. Ia melaporkan bahwa lebih dari 43.000 orang tewas dalam satu tahun terakhir, sebagian besar di antaranya wanita dan anak-anak, dan mayoritas warga telah mengalami pengungsian berulang.
“Dua juta orang terjebak dalam kondisi hidup yang memprihatinkan di Gaza, di mana mereka hanya bisa mengakses 10 persen wilayah,” katanya, seraya menambahkan bahwa 100.000 orang di Gaza Utara kini hidup dalam kepungan.
Tepi Barat juga disebutkan berada di ambang eskalasi konflik, dengan kekerasan yang melibatkan pemukim dan serangan militer Israel yang menghancurkan infrastruktur publik.
Lazzarini menggarisbawahi pentingnya peran UNRWA dalam memberi akses pendidikan dan layanan kesehatan kepada pengungsi Palestina selama lebih dari tujuh dekade.
“Kami telah mendidik generasi demi generasi yang mencapai kesuksesan di kawasan ini dan di seluruh dunia,” tambah Lazzarini, sambil mengingatkan bahwa lebih dari 600.000 anak di Gaza kini tidak bisa bersekolah.
Penutupan sekolah dan hancurnya infrastruktur pendidikan mengancam masa depan generasi dan meningkatkan kebencian yang dapat memperburuk konflik.
Dalam pidatonya, Lazzarini menyampaikan permohonan tiga poin kepada anggota Aliansi Global. Pertama, menolak upaya Israel untuk membubarkan UNRWA; kedua, memberikan dukungan politik dan finansial bagi UNRWA; dan ketiga, bekerja menuju solusi dua negara untuk mengatasi krisis pengungsi Palestina.
“Jika badan internasional seperti UNRWA bisa hancur hanya karena satu negara anggota PBB menolak aturan internasional, apa yang akan tersisa dari sistem global ini?” tutup Lazzarini dengan nada prihatin. [RUTE/arabnews]
0 Komentar :
Belum ada komentar.