RUANGTENGAH.co.id, Yerusalem - Amerika Serikat (AS) berencana membuka kembail kantor konsulatnya untuk Palestina di Yerusalem Timur. Namun, hal ini mendapat penentangan dari Israel.
“Kami pikir itu ide yang buruk dan kami telah memberi tahu Amerika bahwa kami pikir itu ide yang buruk,” ungkap Menteri Luar Negeri Israel Yair Lapid pada keterangan persnya, Rabu (1/9).
"Yerusalem adalah ibu kota berdaulat Israel dan Israel saja, jadi kami pikir itu bukan ide yang bagus," katanya.Menlu Yepid menilai bahwa pemerintahan Joe Biden memang memiliki pandangan berbeda mengenai masalah ini.
"Tapi karena ini terjadi di Israel, maka kami yakin mereka akan mendengarkan kami dengan sangat hati-hati," tambah Lapid.Yepid menambahkan bahwa kabinet Israel saat ini memiliki susunan yang sensitif, dan jika AS membuka konsulatnya untuk Palestina, maka itu akan mengacaukannya. Pemerintah Israel saat ini diketahui tersusun dari koalisi yang sangat rapuh, terdiri dari partai-partai ekstrim kanan, tengah, kiri dan Arab.
Sebelumnya, presiden AS Joe Biden telah berjanji akan memulihkan hubungan AS dengan Palestina dan mendukung solusi dua negara. Pada bulan Mei, Menteri Luar Negeri Antony Blinken mengumumkan AS akan membuka kembali konsulat, yang telah ditutup sejak 2019.Amerika Serikat pada masa kepemimpinan Presiden Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel pada Desember 2017. AS menjadi negara pertama yang memberikan pengakuan itu. Kemudian pada Mei 2018. Washington memindahkan kantor kedutaannya ke Yerusalem.
Masih pada tahun 2018, pemerintahan Trump menutup konsulat AS untuk Palestina di Yerusalem Timur. Rangkaian langkah tersebut telah memicu ketegangan di Tepi Barat dan Jalur Gaza.
Solusi Dua Negara Belum Waktunya
Pejabat dan sumber Israel yang dekat dengan pemerintahan Biden baru-baru ini mengatakan kepada Haaretz bahwa Washington terpaksa memperlambat rencananya untuk membuka kembali konsulatnya di Yerusalem Timur karena prioritas Biden untuk membantu koalisi rapuh pemerintahan Bennett bertahan pada beberapa bulan pertama.
Pekan lalu, Perdana Menteri Israel Naftali Bennett mengatakan dia tidak akan membiarkan negara Palestina berdiri di bawah pengawasannya. Hal it ia ungkapkan dalam sebuah wawancara menjelang pertemuan tatap muka pertamanya dengan Biden.
Baik kepemimpinan Israel maupun Palestina telah lama mengklaim Yerusalem sebagai ibu kota mereka, sebuah masalah yang saling tidak diakui oleh kedua pihak.
Gagasan untuk membagi kota, dengan Palestina yang mengendalikan Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara masa depan sambil menyerahkan Yerusalem Barat ke Israel, telah lama menjadi jalan yang diyakini sebagai solusi utama perdamaian.
Lapid mengatakan kepada wartawan pada hari Rabu bahwa sampai saat ini dia adalah orang yang komitmen pada solusi dua negara. Namun dia mengatakan, “Kita harus mengakui fakta bahwa itu belum layak dalam situasi saat ini".
Wasel Abu Youssef, seorang pejabat Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), mengkritik pernyataan Lapid dan mengatakan Israel hanya berusaha mempertahankan status quo dan memblokir solusi politik apa pun untuk konflik Israel-Palestina. (RUTE/middleeasteye)
0 Komentar :
Belum ada komentar.