RUANGTENGAH.co.id, Gaza City - Sore itu, Jumat (5/8), Alaa Qaddoum, gadis kecil yang baru berusia lima tahun pergi keluar rumahnya yang tanpa listrik untuk mencari udara segar karena suhu di dalam rumahnya yang gerah.
Ia bermain dengan teman-temannya di halaman masjid Abu Samra di lingkungan Shujaiya, sebelah utara Gaza. Situasi berjalan biasa saja, orang-orang mulai berdatangan untuk menunaikan shalat Ashar berjamaah.
Sebelum tiba-tiba hanya dalam hitungan detik jet tempur Israel melesakkan bom di tempat itu dan seketika merenggut nyawa beberapa orang termasuk Alaa Qaddoum.
“Alaa hanya anak kecil berumur 5 tahun yang tidak bersalah, dia sedang bermain dengan saudara laki-lakinya dan sepupunya. Apa kesalahan dia sehingga dia dibunuh?” ujar Abu Diab Qaddoum, sepupu Alaa, kepada Middle East Eye (MEE), di luar Rumah Sakit Al Shifa, tempat ayah Alaa, Abdallah Qaddoum, dirawat.
Abdallah juga menjadi korban serangan sore itu dan mengalami luka serius hingga berada dalam kondisi kritis.
Serangan udara Israel itu juga menewaskan Yousef Qaddoum, sepupu Alaa, serta muadzin masjid yang sedang mengumandangkan adzan.
Alaa tewas di lokasi kejadian setelah serpihan peluru mengenai dahi, dada dan kaki kanannya, ungkap Mohammed Abu Selmeyeh, direktur Rumah Sakit Al Shifa.
Anak lain bernama Riyad, usia 7 tahun, yang merupakan saudara laki-laki Ala juga terkena pecahan peluru di bagian kepalanya dan harus menjalani perawatan.
“Mereka adalah cahaya mataku,” ungkap ibu mereka yang tidak mau disebutkan namanya.
[caption id="" align="alignnone" width="3960"] Sang bibi memegangi pakaian Alaa yang bernoda darah. (gambar : MEE)[/caption]Bibi dari kedua anak ini juga tidak dapat menahan air matanya saat berbicara kepada MEE. “Darahnya belum kering,” kata sang bibi sembari memegangi pakaian Ala yang bernoda darah.
Apa Kesalahannya?
Sebagian dari keluarga dan kerabat Qaddoum berkumpul di rumah sakit Al Shifa, tempat di mana Riyad dan ayahnya dirawat. Sementara sebagian yang lain tinggal di rumah untuk menyambut pelayat.
“Alaa sedang bersemangat mempersiapkan dirinya yang sebentar lagi masuk sekolah. Kami mau membelikannya tas dan alat tulis baru,” ungkap nenek Alaa.
“Apakah keinginan untuk memiliki tas dan alas tulis itu kesalahan dia sehingga dia terbunuh?” lanjutnya.
Di kamar Alaa, nampak sebuah boneka kecil yang diberi nama Tala, tersimpan sendirian di atas kasur kosong yang biasanya menjadi tempat istirahat Alaa.
[caption id="" align="alignnone" width="3960"] Boneka kesayangan Alaa di atas kasur yang bisa menjadi tempatnya tidur. (gambar : MEE)[/caption]“Dia sangat mencintai bonekanya itu,” ungkap bibi Alaa. “Boneka itu kini akan menjadi milik adik perempuan Alaa agar ingatannya tetap hidup,” tambahnya.
Darurat Fasilitas Kesehatan
Keheningan di rumah duka masih terganggu oleh dentuman dan ledakan akibat serangan Israel yang terus-menerus di kota Gaza.
Dalam 24 jam pertama sejak serangan dimulai, 15 warga Palestina tewas dan 125 lainnya terluka.
Abu Selmeyeh, direktur Rumah Sakit Al Shifa, mengatakan bahwa pihaknya tidak siap untuk menghadapi perang akibat stok alat kesehatan dan obat-obatan yang sangat kurang, dan ini membahayakan nyawa mereka yang kritis.
“Kami mengimbau masyarakat internasional untuk membantu pasokan obat, alat kesehatan dan bahan bakar untuk rumah sakit di Gaza,” ungkapnya seperti dilansir MEE.
Pada hari Sabtu (6/8) satu-satunya pembangkit listrik di Gaza ditutup karena Israel mencegah truk bahan bakar memasuki daerah itu.
Sektor kesehatan mengalami kekurangan 40% pasokan medis, 30% kebutuhan darurat dan perlengkapan bedah, serta 60% pasokan labolatorium dan bank darah.
“Pemadaman listrim menimbulkan ancaman serius bagi pekerjaan vital di rumah sakit. Terutama untuk urusan gawat darurat, operasi, labolatorium, sistem oksigen, dan gas medis,” kata kementerian.
“Kementerian Kesehatan menyeru kepada semua lembaga internasional dan kemanusiaan untuk bergerak menekan Israel dan mengizinkan pasien kritis untuk bisa melintasi persimpangan Beit Hanoun. Serta mengirimkan bantuan fasilitas kesehatan dan bahan bakar.”
Gaza, wilayah kecil yang terisolir, berada di antara Mesir dan Israel, menjadi rumah bagi skeitar 2 juta warga Palestina, dan berada di bawah blokade Israel selama 15 tahun lamanya.
Pada rentang waktu tersebut Israel telah melancarkan serangan militer berkali-kali yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dan terluka di tengah warga sipil.
Sebelum kejadian yang terbaru ini, pada Mei 2021 Israel telah melakukan serangan 11 hari yang mengakibatkan 256 warga Palestina tewas, termasuk diantarany 66 anak-anak. (RUTE/MEE)
0 Komentar :
Belum ada komentar.