Nasional

GKMNU, Cara Warga NU Sikapi Krisis Iklim

GKMNU, Cara Warga NU Sikapi Krisis Iklim
Alissa Qatrunnada Munawaroh Wahid. (gambar : tribun)

RUANGTENGAH.co.id, Jakarta - Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Alissa Qatrunnada Munawaroh Wahid (Alissa Wahid) mengungkapkan bahwa NU berkomitmen untuk berperan aktif dalam mengurangi dampak perubahan iklim dan menjaga kelestarian alam. 

 

Salah satu wujud dari komitmen tersebut diungkapkan Alissa Wahid adalah melalui Gerakan Keluarga Maslahat Nahdlatul Ulama (GKMNU). 

 

“Di Gerakan Keluarga Maslahat NU, ada 6 dimensi dan salah satu dimensinya adalah keluarga cinta alam,” papar Alissa kepada NU Online, Rabu (4/10).

 

Alissa menjelakan bahwa intervensi dari dimensi tersebut adalah melalui edukasi pengolahan sampah menjadi sesuatu yang berguna, penghijauan lingkungan, efisiensi penggunaan energi, dan sadar bencana. 

 

“Di situ (GKMNU), keluarga-keluarga NU dididik untuk bisa mengolah sampah, bisa menghijaukan lingkungannya, bisa lebih peka terhadap penggunaan energi supaya bisa sadar bencana. Jadi, itu dilatih dengan sengaja kepada para anggota jamaah Nahdlatul Ulama, Nahdliyin-Nahdliyat diajarkan itu,” tutur Alissa.

 

Ia menambahkan bahwa Rais Aam PBNU sebelumnya yaitu KH Ma’ruf Amin pernah menegaskan bahwa hubbul bi’ah atau cinta lingkungan adalah bagian dari konsep keluarga maslahat NU. 

 

“Lalu beliau menyampaikan bahwa maqashidus syari’ah yang hifdzul khamsah itu perlu ditambahkan hifdzul ardi wa salam. Perdamaian. Tapi, juga perlu ditambahkan hifdzul bi’ah karena hak bumi atas keberlangsungan planet ini juga ada pada kita. Jadi, kita ini harus menyiapkan hak bumi agar kehidupan berjalan lestari,” sambung Alissa.

 

Alissa memaparkan bahwa jauh sebelum ada GKMNU ini, NU sudah memiliki perhatian serius terhadap isu lingkungan hidup. Hal ini sebagaimana hasil dari Bahtsul Masail Muktamar Cipasung 1994 yang mengeluarkan fatwa tentang status hukum bagi pelaku dan aktivitas industri yang merusak tatanan ekologi dan mengambil sumber daya alam secara berlebihan.

 

“Misalnya, untuk keadilan lingkungan industri yang dia mengekstrak atau mengambil dari alam itu dibatasi. Jadi, dengan pandangan keagamaan haram untuk merusak alam itu Muktamar di Cipasung tahun 1994. Lalu, pemanfaatan tanah harus untuk kemaslahatan rakyat itu juga NU kuat sekali. Dengan demikian, kita berharap pemerintah kemudian bisa membuat kebijakan yang lebih selaras,” sambung Alissa. (RUTE/NUonline)

0 Komentar :

Belum ada komentar.