RUANGTENGAH.co.id, Tunis - Para relawan Indonesia yang tergabung dalam misi Indonesia Global Peace Convoy (IGPC), sebagai bagian dari Global Sumud Flotilla (GSF) dan Global March to Gaza (GMTG), siap melanjutkan perjalanan dari Tunisia ke Gaza.
Acara pelepasan berlangsung di wisma KBRI di Tunisia pada Jumat (5/9/2025) pukul 21.00 waktu setempat, seperti dilansir Kumparan.
Dalam sambutannya, Dubes RI untuk Tunisia Zuhairi Misrawi menyatakan rasa bangganya karena kantor Kedubes RI dipenuhi para pejuang kemanusiaan. Ia juga menegaskan bahwa gerakan ini memiliki legitimasi di mata hukum internasional.
“Hukum internasional dari PBB mengatakan bahwa Global Sumud Flotilla atau Global Peace Convoy Indonesia itu dibenarkan secara hukum internasional," jelasnya.
"Karena memang ini adalah momen kita untuk memperbaiki arah dari peradaban manusia,” sambungnya.
Dubes Zuhairi berharap para relawan yang berangkat ini dapat menuntaskan misinya dan kembali dengan selamat. Seremoni pelepasan ini semakin khidmat dengan pembacaan doa Hizib Bahr yang dipimpin oleh Idris Ahmad Rifai, mahasiswa S2 jurusan Tafsir. di Tunis El Manar.
Dubes RI untuk Tunisia, Zuhairi Misrawi menyampaikan sambutan di halaman Kedubes RI di Tunis.
(Gambar : Adara)
Misi
Tim yang terdiri dari 30 Warga Negara Indonesia (WNI) ini merupakan bagian dari koalisi internasional yang mengemban misi menembus blokade Israel dan mengantarkan bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza.
Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Luar Negeri, menyatakan dukungan penuh terhadap misi ini. Juru Bicara Kemlu RI, Vahd Nabyl A. Mulachela, menyebut bahwa pemerintah telah berkoordinasi dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Tunis, Kairo, dan Roma untuk memastikan keselamatan para relawan.
Delegasi Indonesia bertolak ke Tunisia pada 30 Agustus 2025. Sejak tiba, mereka telah mengikuti pelatihan intensif bersama relawan dari 44 negara lainnya.
Rencananya, armada kapal Global Sumud Flotilla akan mulai berlayar dari Tunisia menuju Siprus pada Rabu 10 September 2025, sebelum melanjutkan pelayaran ke perairan Gaza. Konvoi kapal ini diperkirakan tiba di perairan Gaza pada pertengahan September.
Sebagai simbol perjuangan, lima kapal yang dibawa oleh delegasi Indonesia dinamai dengan nama pahlawan bangsa, yaitu Soekarno, Diponegoro, Hasanuddin, Pati Unus, dan Malahayati. Penamaan ini, menurut Duta Besar RI untuk Tunisia, Zuhairi Misrawi, menunjukkan tekad kuat Indonesia untuk kemerdekaan Palestina.
Misi ini bukan sekadar mengantar bantuan, tetapi juga mengirimkan pesan kemanusiaan yang kuat kepada dunia bahwa blokade di Gaza harus segera diakhiri.
Kapal-kapal relawan dari berbagai negara saat tiba di perairan Tunisia. (Gambar : CNN)
Sekilas GSF
Sumud Global Flotilla (GSF) adalah sebuah gerakan kemanusiaan dan protes damai internasional yang berupaya menentang blokade ilegal Israel di Jalur Gaza. Nama Sumud, yang berasal dari bahasa Arab, memiliki arti "keteguhan" atau "keberanian," yang mencerminkan semangat rakyat Palestina dalam menghadapi kesulitan.
Gerakan ini mengorganisasi armada kapal sipil dari berbagai negara untuk mengangkut bantuan kemanusiaan, seperti makanan dan obat-obatan, langsung ke Gaza. Tujuan utamanya adalah membuka jalur bantuan maritim dan menarik perhatian dunia terhadap krisis kemanusiaan yang terjadi akibat blokade sejak tahun 2007.
Beberapa faktor melatarbelakangi gerakan ini diantaranya:
Pertama, blokade Gaza. Sejak tahun 2007, Israel telah memberlakukan blokade darat, laut, dan udara yang ketat di Jalur Gaza. Blokade ini membatasi masuknya barang-barang kebutuhan pokok, termasuk makanan, obat-obatan, dan bahan bangunan, sehingga menyebabkan krisis kemanusiaan yang parah.
Kedua, krisis kemanusiaan. Pembatasan yang diberlakukan Israel mengakibatkan pasokan bantuan tidak mencukupi, memburuknya kondisi ekonomi, dan kelangkaan layanan dasar bagi lebih dari dua juta penduduk Gaza.
Ketiga, tuntutan internasional. Gerakan ini juga merupakan respons terhadap kegagalan masyarakat internasional untuk secara efektif mengakhiri blokade dan menekan Israel agar mematuhi hukum internasional.
Sebelumnya, gerakan serupa pernah ditempuh seperti Gaza Freedom Flotilla pada tahun 2010, namun dihadang oleh militer Israel, yang mengakibatkan bentrokan mematikan dan kecaman internasional.
Terlepas dari risiko tersebut, para penyelenggara gerakan kali ini tetap berkomitmen untuk berlayar sebagai bentuk protes damai dan upaya untuk membuka jalur kemanusiaan ke Gaza. [RUTE]
0 Komentar :
Belum ada komentar.