RUANGTENGAH.co.id, New York - Negara-negara Arab menyerukan penghentian kekerasan di Gaza dan Tepi Barat serta mendorong kembali implementasi Prakarsa Perdamaian Arab sebagai satu-satunya kerangka kerja yang layak untuk menciptakan perdamaian dan stabilitas kawasan.
Seruan ini disampaikan dalam Konferensi Internasional Tingkat Tinggi untuk Penyelesaian Damai Masalah Palestina dan Implementasi Solusi Dua Negara yang digelar di Markas Besar PBB, Rabu (30/7/2025).
Dalam pernyataan resmi yang dibacakan oleh perwakilan Liga Arab, Sekretaris Jenderal Ahmed Aboul Gheit menyebut bahwa konflik berkepanjangan dan pendudukan Israel merupakan akar dari ketidakstabilan di kawasan.
“Apa yang terjadi di Gaza hari ini adalah akibat langsung dari pendudukan yang terus berlangsung. Ini adalah harga mahal yang dibayar rakyat Palestina—dengan darah mereka sendiri,” ujarnya.
Liga Arab menegaskan komitmennya pada Prakarsa Perdamaian Arab yang diadopsi di Beirut 23 tahun silam. Namun, mereka menilai upaya tersebut belum direspons dengan baik dan justru dihadapkan pada sikap arogan dan nasionalisme sektarian yang memperburuk keadaan.
Negara Oman turut menyuarakan pandangan serupa. Perwakilannya menyatakan bahwa solusi damai hanya dapat dicapai melalui kerangka hukum internasional sebagaimana tercantum dalam Prakarsa Perdamaian Arab.
Oman juga mengecam tindakan sepihak Israel yang dinilai melemahkan prospek perdamaian melalui pelanggaran terhadap hukum internasional dan resolusi PBB.
“Pemerintahan Israel saat ini adalah yang paling ekstrem dalam beberapa dekade terakhir. Kebijakannya justru memperkeruh situasi dan menghambat semua upaya perdamaian,” tegas delegasi Oman.
Sementara itu, Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) kembali menegaskan dukungannya terhadap solusi dua negara. Mereka mengecam agresi Israel yang terus berlanjut terhadap Gaza dan mendesak dihentikannya kekerasan tersebut.
“Kami menolak kebijakan permukiman ilegal Israel dan menyerukan akses kemanusiaan penuh ke Gaza serta dimulainya kembali proses rekonstruksi,” ujar perwakilan GCC.
“Kebesaran sejati bukan terletak pada kekuasaan, melainkan pada kemampuan menggunakan kekuasaan untuk menegakkan keadilan,” sambung pernyataan itu.
Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) juga menyerukan penyelesaian berdasarkan solusi dua negara. Mereka mendesak Israel untuk mematuhi resolusi-resolusi PBB, dan mengecam keras berbagai pelanggaran HAM yang dilakukan Israel di wilayah Palestina.
Perwakilan OKI menyebut Israel bertanggung jawab atas kejahatan sistemik seperti agresi militer, genosida, blokade, penghancuran infrastruktur, dan pengusiran paksa warga sipil.
Ia juga memperingatkan bahwa upaya Israel untuk memberlakukan kedaulatan atas wilayah Tepi Barat, termasuk Yerusalem, merupakan pelanggaran serius terhadap hukum internasional.
Di sisi lain, Sekretaris Jenderal PBB António Guterres memperingatkan bahwa konflik di Gaza telah mencapai titik kritis. Ia mendesak gencatan senjata segera. Namun, Israel hingga kini menolak menghentikan operasi militer.
Israel Menolak
Media melaporkan bahwa Israel telah menolak proposal terbaru gencatan senjata karena enggan menarik pasukannya dari beberapa wilayah penting di Gaza. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu bahkan dilaporkan masih mempertimbangkan langkah aneksasi sebagian wilayah Gaza bila Hamas menolak syarat-syarat gencatan senjata.
Duta Besar Israel untuk PBB, Danny Danon, menyebut konferensi ini sebagai “sirkus politik” dan menudingnya sebagai ajang penyebaran kebohongan yang mendukung terorisme.
Utusan khusus Amerika Serikat untuk Timur Tengah, Steven Witkoff, dijadwalkan tiba di Tel Aviv pada Kamis (31/7/2025) untuk berdialog dengan pejabat Israel, sementara laporan terbaru dari badan PBB memperingatkan bahwa Gaza kini tengah berada dalam kondisi darurat kelaparan yang mengkhawatirkan.
Iran juga menyampaikan pernyataan keras dalam konferensi tersebut. Mereka mengkritik apa yang disebut sebagai “politik peredaan” komunitas internasional terhadap Israel, dan menyerukan sanksi serta penangguhan keanggotaan Israel di PBB.
“Israel terus melanggar Piagam PBB. Demi menjaga integritas dan kredibilitas PBB, sudah waktunya untuk mengambil tindakan nyata,” tegas perwakilan Iran.
Iran juga menyerukan agar Dewan Keamanan PBB segera menerima Palestina sebagai negara anggota penuh, dan menegaskan bahwa proses ini tidak boleh dihalangi oleh veto Amerika Serikat. Saat ini, Palestina hanya berstatus sebagai negara pengamat di PBB.
KTT lanjutan terkait solusi dua negara ini dijadwalkan akan kembali digelar pada Sidang Umum PBB bulan September mendatang. [RUTE/ARABNEWS]
0 Komentar :
Belum ada komentar.