RUANGTENGAH.co.id, Kabul - Tim penyelamat di Afghanistan berupaya keras mencapai desa-desa terpencil di provinsi timur Kunar, yang menjadi episentrum gempa bumi dahsyat berkekuatan magnitudo 6,0.
Bencana yang terjadi pada Senin (1/9/2025) tengah malam ini telah mencapai 2.200 orang dan melukai hampir 4.000 orang, seperti dilansir DW.
Upaya penyelamatan kini difokuskan untuk menjangkau daerah pegunungan yang terisolasi. Kepala Penanggulangan Bencana Provinsi, Ehsanullah Ehsan, mengungkapkan bahwa pihaknya tidak bisa memprediksi secara pasti berapa jenazah yang masih terperangkap di bawah reruntuhan bangunan.
“Upaya kami adalah menyelesaikan operasi ini sesegera mungkin dan mulai mendistribusikan bantuan kepada keluarga yang terdampak,” terangnya seperti dilansir Reuters.
Medan pegunungan yang sulit dan cuaca buruk menjadi kendala utama bagi tim penyelamat. Jalan-jalan sempit dipenuhi puing, sehingga menghambat akses kendaraan berat.
Pada Selasa, terlihat ambulans dan helikopter berjejer di jalanan yang rusak, berpacu dengan waktu untuk mengevakuasi korban luka ke rumah sakit di Kabul dan Nangarhar.
Ribuan Anak dalam Bahaya
Bencana ini semakin membebani pemerintahan Taliban, yang sedang menghadapi krisis ekonomi akibat penurunan tajam bantuan asing. Lembaga internasional seperti UNICEF dan WHO telah turun tangan, namun menghadapi tantangan besar.
UNICEF memperingatkan bahwa ribuan anak berada dalam risiko. Mereka telah mengirimkan bantuan darurat berupa obat-obatan, pakaian hangat, tenda, perlengkapan kebersihan, dan dukungan psikososial.
"Respons kami berfokus pada pemenuhan kebutuhan mendesak, untuk memastikan anak-anak dan keluarga menerima bantuan yang menyelamatkan jiwa secepat mungkin," kata perwakilan UNICEF di Afghanistan, Tajudeen Oyewale.
Sementara itu, WHO mencatat bahwa lebih dari 12.000 orang terdampak gempa. Dalam laporannya, WHO menyebut bahwa rapuhnya sistem kesehatan lokal membuat kapasitas mereka kewalahan, sehingga menciptakan ketergantungan total pada aktor eksternal.
Pemangkasan Santuan
Respons kemanusiaan terhadap gempa ini semakin diperumit oleh pemotongan dana bantuan oleh Amerika Serikat. Keputusan Presiden AS Donald Trump pada Januari untuk memangkas dana bagi USAID dan program bantuan luar negeri lainnya sangat berdampak.
Para diplomat dan pejabat bantuan mengaitkan pemotongan ini dengan berbagai krisis global dan frustrasi donor terhadap kebijakan Taliban terhadap perempuan. Menyusutnya dana ini menghambat respons cepat yang sangat dibutuhkan.
Meski demikian, beberapa negara telah memberikan bantuan. Inggris mengalokasikan £1 juta untuk mendukung PBB dan Palang Merah. Tiongkok menyatakan siap membantu, sementara India mengirimkan 1.000 tenda keluarga dan 15 ton pasokan makanan.
Gempa bumi di Afghanistan bukan kali pertama terjadi. Negara ini sangat rentan terhadap gempa karena berada di zona pertemuan lempeng tektonik India dan Eurasia. Pada tahun 2022, gempa serupa menewaskan 1.000 orang, menjadikannya bencana alam besar pertama yang dihadapi oleh pemerintahan Taliban. [RUTE/REUTERS]
0 Komentar :
Belum ada komentar.