Internasional

Mengapa Pemukim Israel Menghancurkan Panen Zaitun Palestina?

Mengapa Pemukim Israel Menghancurkan Panen Zaitun Palestina?
Warga Palestina menanam pohon zaitun untuk memperingati Hari Tanah ke-47 pada 28 Maret 2023. (gambar : AFP)

RUANGTENGAH.co.id, Gaza - Musim panen zaitun kembali tiba di Tepi Barat yang diduduki. Namun, bersamaan dengan itu, serangan demi serangan dari pemukim Israel terhadap para petani Palestina dan pohon-pohon mereka kembali meningkat.

 

Menurut Kantor Hak Asasi Manusia PBB, sepanjang paruh pertama 2025 terjadi 757 serangan pemukim yang menyebabkan luka-luka dan kerusakan properti. Para petani diserang, kebun zaitun dirusak, dan tanaman pangan dihancurkan. Situasi ini memicu kecaman internasional dan keprihatinan mendalam dari badan-badan hak asasi manusia.

 

Di Gaza, kondisi tidak lebih baik. Menurut laporan Middle East Eye (MEE), selama dua tahun terakhir, sebagian besar lahan pertaniannya diluluhlantakkan oleh operasi militer Israel yang telah menewaskan lebih dari 68.000 warga Palestina. Gaza, yang dulu memiliki industri zaitun mandiri, kini kehilangan hampir seluruh pohon zaitunnya.

 

Arti Penting Zaitun bagi Warga Palestina

 

Budidaya zaitun di Palestina bukan sekadar pertanian, ini adalah bagian dari identitas dan sejarah yang telah berlangsung ribuan tahun. Zaitun digunakan untuk makanan, minyak, sabun, obat-obatan, bahkan bahan bakar. Kayunya pun dipakai untuk konstruksi.

 

Pada masa Kekaisaran Ottoman, produksi zaitun meningkat pesat hingga menjadi komoditas ekspor utama. Hingga kini, sekitar setengah lahan pertanian di wilayah Palestina yang diduduki ditanami zaitun.

 

Nilai ekonominya juga sangat besar. Dalam tahun-tahun panen yang baik, perdagangan zaitun mampu menghasilkan hampir 200 juta dolar bagi perekonomian Palestina. Sekitar 100.000 keluarga di Tepi Barat bergantung pada panen ini, termasuk 15 persen perempuan pekerja.

 

palestine-gaza-rafah-olive-press-destroyed-israel-november-2023-afp-_1_.jpg (1).jpgSeorang pria Palestina membuat campuran biji zaitun yang dihancurkan untuk digunakan sebagai bahan bakar

di tengah kelangkaan di Rafah, Gaza, pada 14 November 2023 (gambar : AFP)

 

Namun lebih dari itu, pohon zaitun telah menjadi simbol sumud, keteguhan dan ketahanan warga Palestina. Seperti yang diungkapkan petani Mohammed Abu al-Rabb dari Jenin, "Ini bukan sekadar pohon. Ini warisan leluhur kami, dan kami bertekad menjaganya."

 

Nasib Petani Zaitun di Tepi Barat

 

Pemukiman Israel di Tepi Barat, yang ilegal menurut hukum internasional, telah berkembang pesat hingga menampung sekitar 700.000 pemukim. Serangan terhadap petani Palestina sebenarnya sudah terjadi sejak masa mandat Inggris, jauh sebelum berdirinya negara Israel.

 

Bahkan sebelum peristiwa 7 Oktober 2023, kekerasan terhadap petani zaitun meningkat. Pada 2020, hampir 40 persen petani melaporkan pencurian atau perusakan tanaman oleh pemukim. Selama panen, banyak yang dilecehkan atau diserang, sementara militer Israel sering kali tidak bertindak.

 

Setelah 7 Oktober, kekerasan melonjak drastis. Tanaman dibakar, petani diserang, dan dalam beberapa kasus saksi melaporkan bahwa tentara Israel justru membantu para pemukim. Pada Agustus 2025, 10.000 pohon zaitun, beberapa berusia lebih dari satu abad, telah dicabut oleh militer Israel dalam operasi di desa Al Mughayyir.

 

Pembatasan perjalanan juga diperketat, membuat para petani hanya punya waktu beberapa hari untuk memanen lahan yang seharusnya membutuhkan berminggu-minggu. Akibatnya, sekitar 20 persen panen hilang, menyebabkan kerugian hingga 10 juta dolar.

 

Kekerasan pun tidak hanya menyasar tanaman. Pada Oktober 2024, Hanan Abu Salami, seorang perempuan berusia 59 tahun, ditembak mati oleh tentara Israel saat mengunjungi kebun keluarganya. Penyelidikan PBB memastikan ia tidak menimbulkan ancaman apa pun.

 

Mengapa Pemukim Menyerang Pohon Zaitun?

 

Serangan terhadap pohon zaitun bukan hanya tindakan vandalisme. Ini bagian dari upaya sistematis untuk merusak cara hidup warga Palestina, menghabisi sumber penghasilan mereka, dan memaksa masyarakat meninggalkan tanah mereka.

 

Bentuk serangan lain termasuk pembongkaran sumur, peracunan ternak, hingga penghancuran rumah warga. Pemerintahan koalisi sayap kanan di bawah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu semakin mendorong perluasan permukiman dan bahkan membuka jalan bagi rancangan undang-undang pencaplokan Tepi Barat.

 

Nasib Pohon Zaitun di Gaza

 

Situasi yang lebih tragis lagi terjadi di Gaza. Dalam dua tahun terakhir, Gaza kehilangan 1,1 juta pohon zaitun akibat pengeboman. FAO mencatat bahwa 98,5 persen lahan pertanian rusak atau tak bisa diakses.

 

Dengan sumur-sumur yang hancur dan lahan yang terkontaminasi bahan beracun dari perang, Gaza menghadapi potensi kerusakan lingkungan jangka panjang. LSM Al Mezan bahkan menyebutnya sebagai tindakan “ekosida”.

 

Mesin-mesin pemeras minyak zaitun hancur, ekspor dihentikan, dan warga Gaza kehilangan musim panen selama tiga tahun berturut-turut. Banyak keluarga bahkan terpaksa menggunakan batang pohon zaitun yang sekarat sebagai kayu bakar karena kekurangan bahan bakar.

 

Reaksi Dunia Internasional

 

Badan-badan PBB dan organisasi hak asasi manusia telah mengeluarkan sejumlah peringatan. Amnesty International mengkritik penghancuran wilayah pertanian subur di Khuza'a, menyebutnya sebagai bagian dari penggunaan kelaparan sebagai metode perang.

 

Pada Oktober 2025, Ajith Sunghay dari Kantor Hak Asasi Manusia PBB memperingatkan bahwa kekerasan pemukim “melonjak drastis” dan sering kali dilakukan dengan dukungan atau partisipasi pasukan keamanan Israel.

 

Ia menegaskan bahwa budidaya zaitun bukan sekadar ekonomi, ini adalah warisan, identitas, dan simbol ketahanan warga Palestina. Serangan terhadap panen zaitun, katanya, adalah bagian dari strategi untuk memutuskan hubungan warga Palestina dengan tanah mereka dan memfasilitasi perluasan permukiman ilegal.

 

“Dan ya,” ucapnya, “semuanya dimulai dengan buah zaitun.” [RUTE/MEE)

 

 

 

0 Komentar :

Belum ada komentar.