RUANGTENGAH.co.id, Jakarta - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa yang melarang pengucapan salam lintas agama. MUI menegaskan bahwa hal tersebut bukanlah wujud dari toleransi beragama.
Fatwa ini dikeluarkan pada Ijtima Ulama Komisi Fatwa ke-VIII pada 2024 di Islamic Center Sungailiat, Bangka.
Ketua Steering Committee (SC) Ijtima Ulama Komisi VIII, KH Asrorun Ni'am Sholeh, mengumumkan fatwa ini pada penutupan Ijtima, Kamis (30/5).
Niam menjelaskan bahwa ucapan salam adalah bagian dari ‘ubudiyyah, oleh karenanya pelaksanaanya harus mengikuti tuntunan syariat Islam dan tidak boleh dicampuradukkan dengan ajaran salam dari agama lain.
"Dalam forum yang terdiri atas umat Islam dan umat beragama lain, umat Islam dibolehkan mengucapkan salam dengan Assalamualaikum atau salam nasional yang tidak mencampuradukkan dengan salam doa agama lain, seperti selamat pagi," ungkap Ni'am yang merupakan Guru Besar di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Lebih lanjut Ni’am menjelaskan bahwa Islam pada prinsipnya menghormati pemeluk agama lain, bahkan menjamin kebebasan umat beragama untuk menjalankan ajaran agama sesuai dengan keyakinannya.
"Dalam masalah muamalah, perbedaan agama tidak menjadi halangan untuk terus menjalin kerja sama (al-ta'awun) dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara secara harmonis, rukun dan damai," kata Ni'am yang juga Pengasuh Pondok Pesantren An-Nahdlah, Depok, Jawa Barat itu.
Ni’am mengatakan bahwa Islam juga secara tegas melarang umatnya mengolok-olok, mencela atau merendahkan agama lain.
MUI mengadakan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia pada 28-31 Mei 2024. Bertemakan “Fatwa: Panduan Keagamaan untuk Kemaslahatan Umat”, kegiatan ini diikuti 654 peserta dari unsur pimpinan lembaga fatwa ormas Islam tingkat pusat, pimpinan Komisi Fatwa MUI se-Indonesia, pimpinan pesantren tinggi ilmu-ilmu fikih, pimpinan fakultas syariah perguruan tinggi keIslaman, perwakilan lembaga fatwa negara ASEAN dan Timur Tengah seperti Malaysia dan Qatar, individu cendekiawan Muslim dan ahli hukum Islam, serta para peneliti sebagai peninjau. [RUTE/REPUBLIKA]
0 Komentar :
Belum ada komentar.