Internasional

Netanyahu Tolak Genjatan Senjata Permanen, Keluarga Tawanan Berang

Netanyahu Tolak Genjatan Senjata Permanen, Keluarga Tawanan Berang
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menolak genjatan senjata permanen di Gaza. (gambar : Bloomberg)

RUANGTENGAH.co.id, Yerussalem - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan pihaknya menolak genjatan senjata permanen dengan Hamas. 

 

Namun, Netanyahu berkilah bahwa ia siap menjalin genjatan senjata parsial yang memungkinkan pembebasan 120 warganya yang masih disandera oleh Hamas agar bisa kembali ke rumahnya.

 

“Kesepakatan untuk mengakhiri perang secara permanen bukanlah suatu pilihan sampai Hamas dilenyapkan,” ujar Netanyahu kepada Channel 14, Minggu (23/6).

 

Pernyataan Netanyahu ini memancing kemarahan keluarga para sandera. Mereka menuduh Netanyahu telah mengkhianati keinginan rakyat Israel yang menginginkan diakhirinya perang. 

 

Di lain pihak banyak para ahli yang berpandangan bahwa tidak mungkin Hamas bisa dilenyapkan oleh militer Israel. 

 

Penyataan Netanyahu ini bertentangan dengan beberapa petinggi Amerika Serikat (AS) pada beberapa waktu lalu yang berulang-ulang menyatakan bahwa Israel telah menyetujui garis besar kesepakatan yang diusulkan Presiden AS Joe Biden pada bulan Mei lalu. 

 

“Saya tidak siap untuk mengakhiri perang dan membiarkan Hamas tetap berkuasa. Saya siap melakukan kesepakatan parsial, itu bukan rahasia lagi, yang akan mengembalikan para sandera kepada kami,” kata Netanyahu. 

 

“Kami wajib melanjutkan pertempuran setelah jeda untuk menyelesaikan tujuan kami menghancurkan Hamas,” imbuhnya. 

 

“Saya tidak akan menyerah untuk hal itu,” pungkasnya. 

 

Pernyataan Netanyahu ini memancing emosi warga Israel, yang diwakili oleh Forum Sandera dan Keluarga Hilang, karena memberi kesan bahwa ia tidak sungguh-sungguh berupaya membebaskan 120 orang sandera yang masih berada di Gaza. 

 

“Kami mengutuk keras pernyataan perdana menteri yang membatalkan usulan Israel,” kata kelompok itu dalam sebuah pernyataan. 

 

“Ini berarti dia menelantarkan 120 sandera dan merugikan kewajiban moral negara Israel terhadap warganya,” sambung pernyataan itu. 

 

Sebuah sumber mengatakan kepada kantor berita Haarets dan Walla bahwa pernyataan Netanyahu telah mengakibatkan kerusakan besar pada perundingan genjatan senjata yang selama ini telah dibangun. 

 

“Netanyahu menegaskan hari ini bahwa dia tidak tertarik dengan pembebasan semua sandera, permintaan yang dia buat sendiri kepada Hamas, dan tidak bersedia memberikan kompensasi yang diminta Hamas,” kata salah satu sumber kepada Haaretz.

 

Sementara itu, Hamas menyatakan bahwa komentar Netanyahu itu membuktikan Israel menentang usulan Biden dan resolusi terbaru Dewan Keamanan PBB yang menyerukan perjanjian gencatan senjata.

 

Negosiasi Alot

 

Israel dan Hamas telah terlibat dalam perundingan tidak langsung sejak bulan Januari untuk mencapai kesepakatan mengakhiri perang di Gaza dan bertukar tawanan. 

 

Kedua pihak berkali-kali membahas proposal genjatan senjata yang diajukan mediator AS, Qatar dan Mesir. 

 

Sebagian besar dari komponen kesepakatan telah diselesaikan melalui negosiasi berbulan-bulan. Namun, dua masalah utama yang belum terselesaikan adalah terkait ketentuan genjatan senjata permanen dan penarikan pasukan Israel dari Jalur Gaza. 

 

Bulan lalu, Biden mengatakan bahwa Israel telah setuju genjatan senjata permanen dan penarikan penuh pasukannya. 

 

Namun, pejabat Israel mengatakan bahwa pihaknya tidak pernah secara eksplisit menyatakan setuju untuk mengakhiri perang atau menarik diri dari Gaza. Netanyahu berulang kali mengatakan pihaknya tidak akan pernah menyetujui genjatan senjata permanen sebelum “tujuan” perangnya tercapai. 

 

Di pihak lain, Hamas menyambut baik pernyataan Biden. Tapi, Hamas menyebut bahwa tawaran Israel tidak menjamin berakhirnya perang. 

 

Pejuang Palestina telah berbulan-bulan mengatakan bahwa mereka tidak akan menyetujui kesepakatan yang tidak secara eksplisit mengakhiri perang dan penarikan penuh pasukan Israel. 

 

Sementara pada pekan lalu, Menteri Luar Negeri Qatar, Mohammed bin Abdulrahman Al Thani mengatakan ada beberapa kemajuan yang telah dicapai dalam upaya mencapai kesepakatan. Namun, ia mengakui masih ada beberapa kesenjangan dan nergosiasi masih terus berlangsung. [RUTE/MEE]

0 Komentar :

Belum ada komentar.