RUANGTENGAH.co.id, Baghdad - "Semoga tindakan kekerasan dan ekstremisme, perpecahan, dan intoleransi berakhir!" demikian petikan pidato menggungah dari Paus Fransiskus setibanya di Baghdad, Irak pada Jumat (5/2).
Paus Fransiskus mendarat pada Jumat sore di Bandara Internasional Baghdad. Perdana Menteri Irak Mustafa al Kadhemi langsung menyambut diiringi penampilan musik dan tarian tradisional Irak yang menyimbolkan keberagaman budaya negara itu.
Paus berusia 84 tahun ini bersama rombongan langsung menuju istana kepresidenan untuk bertemu presiden Barham Saleh yang telah mengirim undangan secara resmi kepada Paus pada 2019.
Di istana kepresidenan, pemimpin dari 1,3 miliar umat Katholik sedunia ini menyampaikan pidato yang mengharukan dan mengungkap akar yang dalam dari kekristenan di Irak.
"Kehadiran orang-orang Kristen di tanah ini, dan kontribusi mereka bagi kehidupan bangsa, merupakan warisan yang kaya yang ingin terus mereka lanjutkan untuk melayani semua," kata Paus Fransiskus.
Dalam pidatonya itu sealing menyerukan untuk menghentikan kekerasan dan peperangan, Paus juga mengajak komunitas kristen Irak untuk terus berkontribusi membangun negara dan menjalin dialog dengan umat Muslim.
Paus juga menyinggung bahaya korupsi, penyalahgunaan kekuasaan dan pengabaian hukum. Saat ini Irak menduduki peringkat atas sebagai salah satu negara yang paling tercemar korupsi menurut Transparency International.
Paus Fransiskus yang juga dkenal sebagai promotor dialog antaragama yang terkemuka bersama Grand Syaikh Al Azhar Ahmed Al Thayyeb, juga menyampaikan simpatinya kepada minoritas Irak lainnya yang hancur.
"Di sini, di antara begitu banyak yang telah menderita, pikiran saya beralih ke Yazidi, korban kekejaman brutal yang tidak masuk akal dan tidak bersalah," katanya.
Sama seperti populasi Kristen Irak, komunitas Yazidi esoterik dihancurkan pada tahun 2014 oleh kelompok ISIS yang menyapu sebagian besar Irak utara.
'Kemenangan' atas kematian
Perjalanan itu adalah perjalanan pertama Paus ke luar negeri sejak pandemi Covid 19. Pandemi membuatnya merasa terkurung di Vatikan. Langkah Paus mengunjungi Irak di tengah pandemi ini dipuji sebagai langkah yang berani.
Irak mengalami perang puluhan tahun. Otoritas Irak masih terus memburu sel-sel ISIS meski di tengah lonjakan pandemi Covid 19 gelombang kedua dengan lebih dari 5.000 kasus baru dan puluhan kematian setiap hari.
Pihak berwenang telah memberlakukan penguncian penuh selama perjalanan kepausan. Artinya, kedatangan Paus Fransiskus tidak akan disambut oleh kerumunan besar orang seperti dalam perjalanan luar negeri lainnya di masa normal.
Paus telah divaksinasi dan terlihat melepas maskernya pada ketika berbicara dengan para pejabat dan tokoh agama di Baghdad. Beberapa hari sebelumnya, Irak telah melucurkan program vaksinasi Covid 19 meski belum masif.
"Saya akan mencoba mengikuti protokol dan tidak berjabat tangan dengan semua orang, tetapi saya tidak ingin tinggal terlalu jauh," kata Paus menjelang kedatangannya.
Selama di Irak, Paus akan melakukan perjalanan lebih dari 1.400 kilometer (870 mil) dengan pesawat dan helikopter, terbang di atas daerah-daerah di mana pasukan keamanan masih memerangi ISIS.
Untuk perjalanan yang lebih pendek, Paus akan naik mobil lapis baja di jalan beraspal baru yang bertabur bunga dan dihiasi poster penyambutan sebagai "Baba al-Vatican".
Dia juga dijadwalkan berpidato pada Jumat sore di Gereja Our Lady of Salvation di distrik komersial Karrada Baghdad, di mana kehadiran telah dibatasi untuk memungkinkan jarak sosial.
Pada 2010, kelompok militan menyerbu gereja dan membunuh 44 jemaah, dua pendeta dan beberapa personel pasukan keamanan dalam salah satu serangan paling berdarah terhadap umat Kristen Irak.
Sekarang, jendela kaca di gereja itu bertuliskan nama para korban dan pesan menantang di atas altar berbunyi, "Di mana kemenanganmu, oh maut?"
Bertemu dengan Ali Sistani
Paus bersikeras melakukan kunjungan meskipun kekerasan muncul berulang kali di Irak, termasuk serangan roket yang menewaskan tiga orang dalam beberapa pekan terakhir.
Menjelang kedatangan Paus, satu kelompok yang mengklaim serangan roket baru-baru ini mengatakan akan menghentikan semua aktivitas militer selama kunjungannya.
Tekad paus untuk melakukan perjalanan ke daerah-daerah yang lama dijauhi oleh pejabat asing telah mengesankan bagi banyak orang di Irak. Salah satu agenda yang mengundang apresiasi adalah pertemuannya secara pribadi dengan otoritas tertinggi Syiah di negara itu, Ayatollah Ali Sistani.
Ali Sistani, pemimpin Syiah berusia 90 tahun ini adalah pemimpin yang tertutup tapi sangat dihormati. Ia akan menjamu Paus di rumahnya yang sederhana di kota kuil Najaf.
Pertemuan itu akan menjadi terobosan besar dalam memperdalam hubungan dengan Muslim Syiah, yang mayoritas di Irak tetapi minoritas secara global.
"Meskipun ada pergeseran luas dari agama di seluruh dunia, penghormatan terhadap Sistani tidak berubah," kata Marsin Alshamary, peneliti dari Brookings Institute.
Spanduk di seluruh Najaf merayakan pertemuan bersejarah, antara menara masjid dan lonceng gereja.
Paus Fransiskus, seorang pendukung utama dialog antaragama, selanjutnya mengadakan kebaktian antaragama di situs gurun Ur, tempat Abraham diperkirakan dilahirkan. (RUTE/AA/Alaraby)
0 Komentar :
Belum ada komentar.