RUANGTENGAH.co.id, Jakarta - Sebuah video yang memperlihatkan seorang siswi sekolah dasar (SD) mengendarai motor listrik di jalan raya menjadi viral di media sosial. Dalam video tersebut, anak perempuan itu tampak mengenakan seragam sekolah, membawa tas, dan memakai helm berwarna pink. Ia diduga sedang dalam perjalanan menuju sekolah.
Fenomena ini memicu keprihatinan publik. Banyak warganet mempertanyakan tanggung jawab orang tua yang mengizinkan anaknya berkendara sendiri di jalan umum, apalagi tanpa pendamping.
Menanggapi hal tersebut, psikolog dari Universitas Indonesia, Rose Mini Agoes Salim, menilai bahwa tindakan orang tua yang membiarkan anak mengendarai motor listrik merupakan bentuk kelalaian.
Rose menegaskan bahwa hal tersebut tak hanya melanggar aturan hukum, tetapi juga membahayakan keselamatan anak dan pengguna jalan lainnya.
"Kalau saya melihatnya ini adalah kesalahan orang tua yang mengizinkan anaknya menggunakan motor listrik untuk ke sekolah. Hal ini sebetulnya tidak boleh dan tidak dianjurkan karena berbahaya untuk dirinya dan kendaraan lain," ujar Rose kepada Republika.co.id, Rabu (30/7/2025).
Menurut Rose, anak-anak yang belum memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) seharusnya tidak berada di jalan raya dengan kendaraan bermotor, termasuk motor listrik. Ia juga mengkritisi alasan sebagian orang tua yang merasa motor listrik lebih aman atau menganggap jarak ke sekolah yang dekat bisa jadi pembenaran.
“Itu tidak bisa dijadikan alasan. Ada tanggung jawab besar saat seseorang mengendarai kendaraan di jalan umum. Ini bukan soal kemampuan motorik saja, tapi soal pemahaman kognitif terhadap risiko dan situasi lalu lintas," tegasnya.
Ia menjelaskan bahwa anak usia SD umumnya belum memiliki kemampuan kognitif untuk mengantisipasi risiko di jalan, seperti merespons kendaraan lain, mengendalikan emosi saat panik, maupun memahami rambu lalu lintas.
"Kalau anak itu jatuh, risikonya bukan hanya untuk dirinya. Terus kalau ia salah antisipasi, itu bisa berdampak pada orang lain. Orang tua harus memahami bahwa tanggung jawab di jalan raya terlalu besar untuk anak SD," kata Rose.
Lebih lanjut, ia mendorong pihak sekolah untuk membuat aturan tegas guna melarang siswa di bawah umur membawa kendaraan ke sekolah. Intervensi dari sekolah, menurutnya, dapat menjadi bentuk edukasi dan pengawasan kolektif terhadap orang tua.
"Menurut saya di sekolah juga kalau ada anak seperti itu harus ada aturan untuk melarang. Apalagi anak SD atau anak SMP yang belum cukup umur tapi kemudian mengendarai kendaraan bermotor atau listrik di jalan raya menuju sekolah," tuturnya.
Rose juga mengingatkan agar orang tua tidak membandingkan kondisi lalu lintas saat ini dengan pengalaman mereka di masa kecil. Meski dulu terasa lebih aman, situasi saat ini jauh lebih kompleks dan padat.
"Kalau orang tua bilang zaman dulu juga sekolah naik sepeda atau motor aman-aman aja. Tapi pertanyaannya, jumlah kendaraan zaman dulu kan tidak sebanyak sekarang. Artinya risikonya juga lebih besar saat ini," ujarnya. [RUTE/REPUBLIKA]
0 Komentar :
Belum ada komentar.