RUANGTENGAH.co.id, Kabul - Puluhan ribu anak perempuan Afghanistan akan kembali masuk sekolah pada Rabu (23/3). Sebelumnya, mereka tidak dapat bersekolah sejak Taliban merebut kekuasaan dan menerapkan sejumlah larangan, termasuk pembatasan hak pendidikan bagi kaum perempuan.
Semua sekolah ditutup karena pandemi Covid 19 ketika Taliban mengambil alih kekuasaan pada Agustus lalu. Anak laki-laki dan beberapa anak perempuan dengan syarat tertentu yang diizinkan untuk melanjutkan sekolah dua bulan kemudian.
Kementerian pendidikan mengatakan sekolah akan dibuka kembali hari Rabu di beberapa provinsi, termasuk ibu kota Kabul. Adapun sekolah-sekolah di wilayah selatan Kandahar, jantung spiritual Taliban, tidak akan dibuka sampai bulan depan.
Kementerian mengklaim bahwa pembukaan kembali sekolah memang sudah direncanakan pemerintah, dan bukan karena tekanan dari luar.
“Kami membuka kembali sekolah bukan untuk membuat masyarakat internasional bahagia, kami juga tidak melakukannya untuk mendapatkan pengakuan dari dunia,” kata Aziz Ahmad Rayan, juru bicara kementerian.
“Kami melakukannya sebagai bagian dari tanggung jawab kami untuk menyediakan pendidikan dan fasilitas lainnya untuk anak didik kami,” katanya kepada AFP.
Taliban memastikan sekolah untuk anak perempuan usia 12 hingga 19 tahun bisa terselenggara dengan pemisahan dari anak laki-laki. Taliban juga menegaskan bahwa sekolah akan beroperasi dengan menerapkan prinsip-prinsip Islam.
Beberapa siswi mengatakan mereka tidak sabar untuk sekolah kembali, bahkan jika harus mengikuti aturan Taliban yang sangat ketat pun mereka menyanggupi.
“Kami sudah ketinggalan dalam studi kami,” kata Raihana Azizi, seorang siswi, 17 tahun, saat dia bersiap untuk berangkat sekolahdengan mengenakan abaya hitam, jilbab, dan kerudung menutupi wajahnya.
Keluarga Tak Yakin
Meskipun sekolah dibuka kembali, hambatan bagi anak perempuan untuk kembali mendapat pendidikan tetap ada, Karena banyak keluarga curiga terhadap Taliban dan enggan mengizinkan anak perempuan mereka keluar.
Sebagian keluarga yang lain melihat sedikit gunanya anak perempuan belajar.
“Gadis-gadis yang telah menyelesaikan pendidikan mereka akhirnya duduk di rumah dan masa depan mereka tidak pasti,” kata Heela Haya, 20 tahun, dari Kandahar, yang telah memutuskan untuk berhenti sekolah.
“Apa yang akan menjadi masa depan kita?” tambahnya.
Adalah umum bagi murid-murid Afghanistan untuk melewatkan sebagian tahun ajaran sebagai akibat dari kemiskinan atau konflik. Sebagian murid melanjutkan pendidikan hingga akhir usia belasan atau awal dua puluhan.
Human Rights Watch juga mempertanyakan motivasi anak perempuan untuk belajar.
“Mengapa anda dan keluarga anda berkorban besar untuk belajar jika anda tidak akan bisa meraih karir yang anda impikan?” tanya Sahar Fetrat, asisten peneliti di kelompok tersebut.
Kementerian pendidikan mengakui bahwa pihaknya menghadapi kekurangan guru. Salah satunya karena puluhan ribu orang telah melarikan diri dari negara itu ketika Taliban berkuasa.
"Kami membutuhkan ribuan guru dan untuk memecahkan masalah ini kami mencoba untuk merekrut guru baru," kata juru bicara itu. (RUTE/arabnews)
0 Komentar :
Belum ada komentar.