RUANGTENGAH.co.id, New York - Para diplomat dan pemimpin negara peserta Sidang Umum PBB melakukan aksi walk out ketika Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyampaikan pidatonya pada Selasa malam (24/9) lalu.
Perwakilan negara-negara peserta ini sebelumnya menekan Israel agar menghentikan agresinya di Gaza yang telah menelan 41.492 korban jiwa, juga agresi di Lebanon yang dimulai sejak Senin (23/9) dan telah menelan korban jiwa 699 orang dengan lebih dari 2.500 orang terluka.
Para delegasi negara-negara peserta pergi meninggalkan ruang sidang saat Netanyahu baru saja memasuki aula untuk memulai pidatonya.
Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi bersama para diplomat lainnya nampak meninggalkan ruangan tersebut sesaat sebelum Netanyahu memulai berbicara. Sebelumnya, Menlu Retno telah menyampaikan pidato yang sangat berani dengan mewacanakan reformasi Dewan Keamanan PBB dan mengkritisi hak veto.
Demikian juga Duta Besar Turki untuk PBB, Ahmet Yildiz, bersama stafnya berjalan keluar ruangan.
Delegasi Pakistan, yang dipimpin Perdana Menteri Shehbaz Sharif, turut serta dalam aksi ini. Mereka menyampaikan solidaritas terhadap rakyat Palestina, didampingi beberapa menteri utama seperti Menteri Pertahanan Khawaja Asif dan Wakil Tetap Pakistan untuk PBB, Munir Akram.
Delegasi dari Iran dan sejumlah negara lain juga memboikot pidato Netanyahu.
Sebelum Netanyahu berbicara, Perdana Menteri Pakistan, Shehbaz Sharif, dalam pidatonya menuntut penghentian segera serangan Israel ke Gaza, menyebut tindakan tersebut sebagai pembantaian sistematis terhadap warga Palestina.
Sharif menegaskan bahwa tindakan ini bukan hanya konflik biasa, tetapi pembunuhan massal terhadap warga sipil Palestina yang tidak bersalah. Ia menyerukan perlunya aksi segera dari komunitas internasional dan mendesak diakhirinya kekerasan ini melalui solusi dua negara, serta menuntut agar Palestina diakui sebagai anggota penuh PBB.
Sementara, Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, memberikan peringatan keras kepada Netanyahu untuk mendengarkan desakan komunitas internasional terkait meningkatnya ketegangan dengan Hizbullah di Lebanon.
Namun, meski seruan gencatan senjata dari negara-negara seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Australia makin keras, pemerintah Israel tetap menolak proposal gencatan senjata tiga minggu dengan Hizbullah.
Dalam pidatonya di PBB, Netanyahu mengecam PBB dan menyebutnya sebagai lembaga anti-Semit. Ia juga menegaskan bahwa Israel tidak akan berhenti sampai Hamas dihancurkan dan menyatakan bahwa negaranya akan terus menargetkan Hizbullah di Lebanon hingga semua tujuan militernya tercapai.
Netanyahu memperingatkan dunia bahwa Israel berhak mempertahankan diri dari ancaman ini dan tidak akan berhenti sampai misinya selesai.
Netanyahu menutup pidatonya dengan analogi untuk menekankan situasi Israel. Ia menggambarkan serangan terhadap kota-kota Israel sebagai tindakan yang tidak dapat ditoleransi, menekankan bahwa Israel telah cukup lama menahan penderitaan ini dan sekarang saatnya untuk bertindak tegas. [RUTE]
0 Komentar :
Belum ada komentar.