RUANGTENGAH.co.id, Jakarta - Menteri Agama Nasaruddin Umar berharap Musabaqah Qiraatil Kutub (MQK) bisa menjadi kebudayaan Indonesia seperti halnya Musabaqah Tilawatil Qur'an (MTQ).
Hal ini ia sampaikan saat saat membuka Rapat Koordinasi Dewan Hakim MQK Internasional Ke-1 Tahun 2025 di Jakarta, Rabu (13/8/2025).
“MTQ pertama kali dilembagakan oleh Indonesia. Kini, banyak negara mengadopsi tradisi ini. Harapan saya, MQK juga bisa menular ke negara-negara lain, termasuk negara Arab,” sambung Menag.
“Secara profesional, saya tahu bahwa MTQ itu yang paling pertama melembagakan adalah Indonesia mulai dari tingkat kecamatan, bahkan tingkat desa, kecamatan, kebupaten sampai tingkat nasional, internasional,” terangnya.
Para peserta Rapat Koordinasi Dewan Hakim MQK Internasional Ke-1 Tahun 2025. (Gambar : Kemenag)
“Maka itu, musabaqah itu salah satu pesta rakyat, salah satu kebudayaan Islam Indonesia yang ditiru banyak orang di luar negeri,” imbuhnya.
Menag mengutarakan bahwa setelah MTQ mendapat sambutan yang luar biasa dari masyarakat, bahkan menjadi pesta rakyat. Maka, ia berharak MQK pun bisa mendapat sambutan yang sama hingga menginspirasi bangsa lain terutama negara-negara non-Arab.
MQK Internasional Perdana Digelar di Wajo
MQK Nasional dan Internasional rencananya akan dihelat pada 1–7 Oktober 2025 di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan. Peserta dari ajang ini tidak hanya diikuti oleh 34 provinsi di Indonesia, tetapi juga mengundang delegasi dari Malaysia, Brunei, Thailand, dan Singapura. Total peserta diperkirakan mencapai 3.400 santri.
Selain lomba membaca kitab kuning, acara ini juga akan dimeriahkan dengan berbagai kegiatan lain, seperti debat konstitusi, pameran produk pesantren, dan lomba qasidah rebana.
Menag menuturkan bahwa penguasaan kitab kuning tidak hanya membutuhkan ilmu alat yang kompleks, seperti bahasa Arab, Balaghah, dan Nahwu, tetapi juga pemahaman terhadap budaya di baliknya.
Penjurian Digital dan Objektivitas
Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Suyitno, mengatakan bahwa penjurian MQK tahun ini akan berbasis digital atau paperless. Inovasi ini menjadi implementasi dari salah satu program prioritas Menteri Agama, yaitu Digitalisasi Tata Kelola.
"Digitalisasi penjurian ini merupakan salah satu keunggulan MQK tahun ini. Ini juga menjadi laboratorium penerapan teknologi di pesantren," ujar Suyitno.
Ia menambahkan, para juri atau dewan hakim MQK juga telah diberikan pembekalan literasi digital untuk memastikan proses penilaian berlangsung objektif dan transparan.
Sebelumnya, Menag Nasarudin Umar pun mengingatkan agar penilaian MQK tetap mengedepankan prinsip objektivitas. Menurutnya, bisa jadi masing-masing peserta memiliki latar belakang pemikiran dan mazhab yang berbeda, sehingga dibutuhkan kesepakatan bersama dalam mengukur kemerdekaan berpikir.
Untuk menjamin kualitas penilaian, juri MQK kali ini bertaraf internasional dan melibatkan tokoh serta pakar dari negara-negara peserta, seperti Brunei Darussalam, Kamboja, Timor Leste, Malaysia, dan Vietnam. Sementara itu, Singapura dan Filipina berencana mengirim observer. [RUTE/KEMENAG]
0 Komentar :
Belum ada komentar.