Khazanah

Enam Landasan Menyikapi Sengketa Lahan dalam Sudut Pandang Islam

Enam Landasan Menyikapi Sengketa Lahan dalam Sudut Pandang Islam
Dr. Fahmi Salim Zubair, Lc. M.A. (gambar : PWMU)

RUANGTENGAH.co.id, Jakarta - Persoalan lahan atau tanah adalah persoalan yang kerap terjadi di negeri ini. Sebagiannya menimbulkan kisruh yang tidak jarang mengakibatkan jatuhnya korban. 

 

Ustadz Fahmi Salim melalui kanal Youtube-nya menjelaskan bahwa Islam mengajarkan keadilan dalam hal agraria. Terdapat enam pedoman yang perlu dijadikan pegangan setiap kali mencari jalan keluar pada persoalan lahan. 

 

Pertama, landasan tauhiid, meyakini bahwa seluruh yang ada di alam semesta ini termasuk tanah merupakan ciptaan Allah dan milik Allah SWT. Sebagaimana tercantum dalam surat Al Baqarah ayat 29.

 

Kedua, landasan akhlakul karimah. Kita sebagai manusia tiada lain adalah makhluk yang dititipi untuk mengelola kekayaan alam ini. Maka, kita perlakukan tanah yang kita tinggali dengan mengedepankan akhlak mulia. Kita merawatnya, tidak merusaknya. 

 

Ketiga, landasan maslahat atau kepentingan umum. Kita mesti memperlakukan tanah untuk kepentingan bersama. Bahwa yang mendapatkan manfaat dari tanah ini bukan hanya kita, melainkan banyak makhluk Allah lainnya yang bisa mendapatkan manfaatnya juga. Kita tidak hidup sendirian di bumi ini, melainkan berdampingan dengan manusia lainnya dan dengan makhluk lainnya. 

 

Keempat, landasan keadilan. Allah Ta’ala memerintahkan manusia untuk berbuat adil, termasuk adil terhadap keluarga, adil terhadap tetangga. Pemimpin harus adil terhadap rakyatnya, adil dalam setiap menerapkan kebijakan, termasuk adil dalam kebijakan redistribusi lahan. 

 

Kelima, landasan kemanusiaan. Kedudukan manusia di hadapan Allah memiliki nilai yang sangat sakral. Bahkan dalam banyak hadits ditegaskan bahwa seorang manusia jauh lebih bernilai daripada dunia. Maka, menyakiti manusia, meneteskan darah manusia, menzhalimi manusia, itu semua merupakan dosa yang berat di hadapan Allah SWT. 

 

Keenam, landasan musyawarah. Allah SWT perintahkan kita untuk mengedepankan musyawarah dalam menyelesaikan persoalan muamalah atau hubungan antar manusia, termasuk dalam persoalan lahan. Landasan berdasarkan Al Quran ini yang kemudian mendorong ormas Islam seperti Muhammadiyah menyusun Fiqih Agraria. 

 

Demikian juga dengan Nahdlatul Ulama (NU) yang dalam Muktamar NU ke 34 tahun 2021, Komisi Bahtsul Masail Ad Diniyah Al Waqi'iyah menjelaskan bahwa mengambil lahan yang sudah ditempati oleh rakyat selama bertahun-tahun, apalagi sampai ratusan tahun, meski belum mendapatkan pengakuan status kepemilikannya oleh negara, maka hukumnya haram diambil oleh pemerintah maupun investor. 

 

Jadi, lahan yang sudah dikelola oleh rakyat selama bertahun-tahun baik melalui proses iqtha (redistribusi lahan) maupun dengan ihya (pengelolaan lahan), maka hukumnya tidak boleh diambil oleh pemerintah untuk diserahkan kepada investor. (RUTE)

0 Komentar :

Belum ada komentar.