Ashok Swain
Profesor Peace and Conflict Research di Universitas Uppsala, Swedia
Eropa, yang mengklaim sebagai kiblat dunia untuk urusan hak-hak minoritas, toleransi, dan inklusivitas, gagal lagi menyembunyikan kefanatikan gelapnya terhadap Islamofobia. Sentimen anti-Muslim telah meningkat di benua itu, setidaknya dalam dua dekade terakhir. Ini tidak terbatas pada negara-negara bekas komunis di Timur, tapi juga menghipnotis partai politik sayap kanan dan para pemimpin populis. Islamofobia telah menjadi arus utama dan bahkan dilembagakan dalam beberapa kasus.
Partai politik arus utama telah memberikan pernyataan Islamofobia dan mempromosikan kebijakan serta memberlakukan hukum atas nama sekularisme dan kebebasan berbicara. Uni Eropa telah mengamankan perbatasannya, khususnya di Balkan, dengan memberlakukan praktik perbatasan yang mengkaitkan kejahatan teror dengan populasi Muslim.
Prasangka terhadap Islam semakin kuat di banyak sudut Eropa. Statistik dari seluruh Eropa menunjukkan bahwa serangan terhadap masjid dan Muslim terjadi silih berganti, dan itu terjadi di mana-mana. Di Inggris, Muslim dua belas kali lebih mungkin menjadi korban kejahatan rasial daripada Kristen. Kejahatan dan kebencian berkembang terhadap Muslim di negara-negara seperti Belgia, termasuk vandalisme masjid dan coretan swastika di mobil.
Ruang media sosial Islamofobia
Islamofobia juga memenuhi sebagian besar ruang media sosial. Teori konspirasi tentang apa yang disebut Islamisasi Eropa sedang dimasak dan dikampanyekan melalui internet hari demi hari. Pelecehan dan serangan online telah menjadi fenomena umum, terutama menargetkan wanita Muslim.
Di Prancis, seperlima dari seluruh insiden Islamofobia yang dilaporkan adalah berupa ancaman online. Islamofobia online di Eropa tidak didorong oleh kelompok tidak dikenal dan kelompok sayap kanan saja. Namun anggota partai politik arus utama, berbagai pihak dari masyarakat sipil, dan kantor media, secara langsung dan tidak langsung, berkontribusi dalam hal ini.
Apa yang disebut sebagai krisis pengungsi dari Timur Tengah dan ketakutan yang berlebihan terhadap isu teror Islam telah mendorong para pemimpin populis sayap kanan dari pinggiran menjadi pemain utama di sebagian besar negara di Eropa dalam menghembuskan islamofobia. Reli Nasional Frances, Ukip Inggris, Partai Vox Spanyol, Partai Kebebasan Austria, dan Demokrat Swedia adalah beberapa platform politik anti-Islam yang mendapatkan dukungan cukup besar.
Kelompok politik anti-Muslim sayap kanan memiliki 73 anggota parlemen di Parlemen Eropa, hampir sebanyak Partai Hijau. Mereka menduduki 10% kursi parlemen di Parlemen Eropa setelah pemilu 2019, angka yang lebih besar dibandingkan dengan periode 2014-2019 yang hanya 5 % saja.
Diamankan dan dipolitisasi
Sebulan lalu, Sekretaris PBB-Antonio Guterres mengatakan bahwa kebencian dan diskriminasi terhadap Muslim telah mencapai tingkat mengkhawatirkan, ia menyebutnya ‘epidemi’. Bagaimana seseorang yang hanya karena memakai selembar kain penutup wajah bisa diamankan dan dipolitisasi. Sejak 2010, Prancis telah melarang pemakaian burqa.
Selain Prancis, beberapa negara Eropa lainnya, termasuk Austria, Belgia, Denmark, Jerman, Italia, Belanda, Norwegia, dan Spanyol, juga telah memberlakukan larangan penuh atau sebagian terhadap burqa.
Senat Prancis pada 8 April 2021 telah mengesahkan RUU 'anti-separatisme' yang perlu diratifikasi oleh Majelis Nasional menjadi undang-undang yang melarang anak perempuan di bawah 18 tahun mengenakan jilbab di depan umum. Ada juga amandemen lain yang bertujuan melarang burkini pakaian renang wanita muslim yang menutupi tubuh.
Selain itu, pembenaran pimpinan politik atas provokasi berulang dalam bentuk kartun Nabi atas nama kebebasan berbicara mengarah pada marginalisasi lebih lanjut terhadap 5,7 juta Muslim yang tinggal di negara itu.
Di Jerman, beberapa universitas telah menutup ruang sholat yang digunakan oleh mahasiswa Muslim, dengan alasan ketakutan ruang-ruang itu digunakan untuk radikalisasi. Di Spanyol, beberapa guru di sekolah dilaporkan menganggap siswa menumbuhkan janggut sebagai tanda radikalisasi. Swiss telah melarang menara masjid di masjid sejak 2009, dan pada Maret 2021, negara itu memilih untuk melarang burqa.
Integrasi sosial kecil
Islamofobia yang dikampanyekan oleh banyak negara Eropa telah mempersulit integrasi ekonomi dan sosial warga Muslim yang tinggal di sana. Seperti temuan European Union Agency for Fundamental Rights (FRA) pada tahun 2018, warga Muslim di seluruh Eropa mengalami diskriminasi dalam ketersediaan pemukiman dan pekerjaan karena agama mereka.
Islamofobia telah mengucilkan dan mendiskriminasi warga Muslim. Hal ini membahayakan kehidupan sosial yang harmonis dan memancing tumbuhnya bibit radikalisme sebagian pemuda. Kefanatikan anti-Muslim juga telah mendelegitimasi sistem politik yang mapan dan menciptakan ketidakpercayaan terhadap elit politik di Eropa.
Maraknya Islamophobia secara signifikan berkontribusi pada kebangkitan populisme, Euroscepticism, dan politik anti-politik di benua Eropa. Keberhasilan elektoral partai politik sayap kanan bahkan memaksa banyak partai politik arus utama mengadopsi retorika ini.
Polarisasi telah menjadi ancaman yang parah bagi politik arus utama di Eropa, menjadi ancaman terhadap konsensus yang mapan tentang demokrasi, hak asasi manusia, masyarakat yang terbuka dan inklusif. Kefanatikan anti-Muslim yang tumbuh pesat telah membawa kembali kecenderungan etno-nasionalistik ke periode pra-Perang Dunia II di banyak negara, yang telah merusak posisi global Eropa.
Muslim adalah 5% dari populasi Eropa, minoritas yang sangat kecil. Bahkan di Prancis, di mana beberapa pemimpin politik secara terbuka mengadopsi sikap politik Islamofobia, jumlah Muslim hanya 8,8%.
Sebuah benua dengan sejarah kolonialnya dan jumlah penduduk yang menurun, ketika gagal untuk menerima dan menyediakan ruang yang aman bagi minoritas kecil, yang bahkan tidak menimbulkan ancaman politik dan teritorial, maka tidak memiliki hak moral untuk mengkhotbahkan nilai-nilai sekularisme dan perlindungan hak minoritas ke seluruh dunia.[]
Sumber : https://gulfnews.com/opinion/op-eds/why-islamophobia-is-hurting-europe-1.78587116
0 Komentar :
Belum ada komentar.