RUANGTENGAH.co.id, Tahun baru sering kali membawa semangat baru. Meski begitu, bagi banyak orang, 2025 dimulai dengan tantangan yang tidak ringan. Dunia masih menghadapi krisis kemanusiaan di berbagai belahan bumi: konflik berkepanjangan, pengungsi yang terusir dari tanah kelahiran mereka, dan perubahan iklim yang memperburuk kualitas hidup jutaan orang.
Di skala nasional, persoalan sosial-ekonomi seperti pengangguran, ketimpangan, harga kebutuhan pokok yang tinggi, hingga isu ketidakadilan penegakan hukum yang santer.
Namun, di tengah badai persoalan ini, ada satu sikap yang perlu terus dirawat, yaitu optimisme. Optimisme bukanlah sekadar harapan kosong, melainkan keyakinan yang berlandaskan usaha nyata dan doa. Dalam tradisi Islam, optimisme dikenal sebagai husnudzan kepada Allah Ta’ala, yakni berbaik sangka bahwa Allah akan memberikan yang terbaik jika kita berusaha dengan sungguh-sungguh.
Optimisme ini pula yang menjadi dasar keberhasilan umat manusia sepanjang sejarah. Nabi Muhammad SAW sendiri, ketika berada dalam kondisi tersulit, seperti saat hijrah ke Madinah atau saat menghadapi perjanjian Hudaibiyah, selalu menunjukkan sikap optimis yang memotivasi para sahabat untuk terus berjuang.
Sikap optimisme ini terbukti menjadi kunci dalam menciptakan solusi yang mampu mengubah keadaan dari krisis menjadi peluang.
Bagian dari Solusi
Tahun baru adalah momen refleksi sekaligus resolusi. Pertanyaannya, di tengah krisis yang ada, apakah kita ingin menjadi bagian dari solusi atau justru memperburuk keadaan? Sebagai individu maupun bagian dari masyarakat, ada banyak cara untuk menjadi bagian dari solusi.
Pertama, mulailah dari hal kecil. Dalam konteks sosial-ekonomi, misalnya, kita bisa mendukung usaha kecil di sekitar kita, berbelanja dari pedagang lokal, atau mempraktikkan gaya hidup hemat dan bijak. Dalam Islam, tindakan ini sejalan dengan ajaran untuk tidak berlebihan (QS. Al Isra [17]: 27) dan untuk saling membantu dalam kebaikan (QS. Al Maidah [5]: 2).
Kedua, peduli dan empati pada sesama. Di tengah krisis kemanusiaan, solidaritas kita sangat dibutuhkan. Baik melalui donasi, advokasi, atau sekadar menunjukkan empati, langkah-langkah kecil ini memiliki dampak besar. Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya” (HR. Ahmad).
Ketiga, terus belajar dan berinovasi. Dalam menghadapi tantangan besar seperti perubahan iklim atau disrupsi teknologi, kita memerlukan solusi yang berbasis ilmu pengetahuan dan kreativitas. Generasi muda khususnya perlu didorong untuk mengembangkan potensi mereka agar menjadi agen perubahan yang positif.
Merawat Optimisme dengan Keimanan
Islam mengajarkan bahwa setiap ujian pasti disertai kemudahan (QS. Al Insyirah [94]: 5-6). Ayat ini memberikan pelajaran penting, yaitu bahwa di balik setiap tantangan, selalu ada peluang untuk bangkit dan memperbaiki keadaan. Optimisme yang dilandasi keimanan ini harus menjadi pegangan kita bersama.
Di tahun 2025 ini, mari kita jadikan nilai-nilai agama sebagai inspirasi untuk bertindak. Jangan biarkan rasa pesimis menguasai kita. Sebaliknya, jadikan setiap tantangan sebagai peluang untuk menunjukkan kontribusi terbaik. Dengan optimisme dan tindakan nyata, kita bisa menciptakan masa depan yang lebih baik, tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk umat manusia secara keseluruhan.
Akhirnya, optimisme bukan hanya soal keyakinan, tetapi juga soal pilihan. Mari kita pilih untuk percaya bahwa kebaikan akan selalu mengalahkan kejahatan, bahwa usaha kita tidak akan sia-sia, dan bahwa dengan bersatu, kita bisa mengatasi segala tantangan. Semoga tahun 2025 menjadi tahun penuh berkah dan harapan baru bagi kita semua.[]
Pemimpin Redaksi
0 Komentar :
Belum ada komentar.