Nasional

Tegas, MK Tolak Permohonan Kolom ‘Tidak Beragama’ di KK dan KTP

Tegas, MK Tolak Permohonan Kolom ‘Tidak Beragama’ di KK dan KTP
Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta. (Gambar : Herdiansyah Hamzah)

RUANGTENGAH.co.id, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk menolak gugatan yang mengajukan permintaan adanya kolom ‘tidak beragama’ pada Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP). 

 

Gugatan ini diajukan oleh Raymond Kamil (Pemohon I) dan Indra Syahputra (Pemohon II) yang mempersoalkan Pasal 61 Ayat (1) dan Pasal 64 Ayat (1) Undang-Undang Administrasi Kependudukan.

 

Dalam sidang pembacaan putusan di Gedung MK, Jakarta, pada Jumat (3/1/2025), Ketua MK Suhartoyo menegaskan bahwa permohonan tersebut tidak dapat diterima. 

 

“Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya,” ujar Suhartoyo.

 

Pertimbangan Hakim MK

 

Hakim Konstitusi Arief Hidayat menjelaskan bahwa konsep kebebasan beragama dalam konstitusi Indonesia tidak memberikan ruang bagi warga negara untuk tidak memeluk agama atau kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Menurutnya, ketentuan tersebut berfungsi menjaga karakter bangsa yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.

 

“Jika kebebasan untuk tidak beragama dianggap sebagai pembatasan hak asasi, maka pembatasan tersebut diperlukan demi mempertahankan karakter bangsa. Pembatasan ini bukanlah bentuk tindakan opresif atau sewenang-wenang,” ujar Arief.

 

Hakim juga menyatakan bahwa aturan dalam administrasi kependudukan yang mengharuskan warga negara mencantumkan agama atau kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa bertujuan untuk mewujudkan nilai-nilai bangsa yang religius.

 

Dalil Pemohon Ditolak

 

Dalam gugatannya, Raymond dan Indra mengklaim telah mengalami kerugian konstitusional karena dipaksa memilih agama atau kepercayaan tertentu untuk diisi dalam dokumen kependudukan. Mereka menilai hal ini sebagai bentuk diskriminasi oleh petugas Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.

 

Raymond juga menyebut bahwa kewajiban mencantumkan agama menghalanginya untuk melangsungkan pernikahan tanpa harus menyatakan agama tertentu. Dalam gugatannya, ia turut mempersoalkan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Perkawinan yang mensyaratkan perkawinan hanya sah jika dilakukan menurut agama atau kepercayaan masing-masing pihak.

 

Namun, MK menegaskan bahwa ketentuan tersebut sesuai dengan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa. 

 

“Perkawinan yang sah hanya dapat dilakukan oleh mereka yang menganut agama atau kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Norma ini bukanlah bentuk perlakuan diskriminatif,” jelas Arief.

 

Konstitusi dan Karakter Bangsa

 

MK juga menegaskan bahwa norma administrasi kependudukan yang mengatur keharusan mencantumkan agama bertujuan memperkuat karakter bangsa Indonesia sebagai bangsa yang beragama.

 

“Beragama dan berketuhanan adalah keniscayaan yang merupakan bagian dari prinsip dasar Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila dan UUD 1945,” kata Arief. 

 

Dengan demikian, dalil bahwa Pasal 2 Ayat (1) UU Perkawinan bertentangan dengan UUD 1945 dianggap tidak beralasan menurut hukum.

 

Dengan keputusan ini, MK mempertegas posisi hukum bahwa agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa adalah unsur fundamental dalam sistem hukum dan administrasi kependudukan Indonesia. [RUTE/kumparan]

 

0 Komentar :

Belum ada komentar.